TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih mengatakan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) mestinya melakukan sosialisasi dan pendekatan yang baik kepada masyarakat ihwal penggunaan kawasan untuk pembangunan IKN. Terutama, pada masyarakat adat yang lebih dulu eksis sebelum ada hak pengelolaan hutan maupun pembangunan ibu kota baru.
Menurut Najih, pembangunan IKN merupakan proyek jangka panjang. Karena itu, tidak ada alasan bagi Otorita IKN untuk terburu-buru dalam pembebasan lahan. Ia juga menyebut Otorita IKN mesti memahami sejarah dan asal usul kawasan di IKN.
"Pendekatan itu penting agar kehadiran IKN tidak semata-mata bahwa itu kebijakan dari pusat yang harus dilakukan. Namun, turut menjadi bagian upaya pemerintah memberi perhatian kepada masyarakat lokal," tutur Najih ketika ditemui di Kantor Ombudsman RI pada Rabu, 20 Maret 2024..
Kemudian soal larangan pendirian bangunan baru, misalnya, juga harus dilakukan secara persuasif. Sosialisasi juga mesti dilakukan secara maksimal. Jika pendekatan dan sosialisasi sudah dilakukan tapi masyarakat tidak patuh, kata Najih, barulah Otorita IKN bisa menggunakan sarana hukum.
"Menurut saya masih ada waktu untuk melakukan sosialisasi. Nggak ada alasan untuk terburu-buru. Ini prosesnya panjang," kata Najih. "Pendekatan persuasif itulah yang terbaik."
Sebelumnya, pada 8 dan 9 Maret 2024, sebanyak 200 warga RT 05 Pemaluan, Kalimantan Timur, heboh membicarakan surat dari Otorita IKN yang menyebut bahwa bangunan tempat mereka tinggal merupakan kawasan ilegal dan harus segera dirobohkan.
Tempo memperoleh salinan surat yang ditandatangani oleh Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN, Thomas Umbu Pati yang menjelaskan, rumah salah seorang di RT 05 Pemaluan harus segera dibongkar karena tidak sesuai dengan ketentuan Tata Ruang Wilayah Pembangunan IKN pada tanggal 29 Agustus 2023 dan 4 hingga 6 Oktober 2023.
“Jangka waktu selambat-lambatnya tujuh hari kalender, terhitung sejak tanggal teguran pertama ini disampaikan,” jelas isi surat teguran pertama dari Otorita IKN pada 4 Maret 2024.
Seorang warga RT 05 Pemaluan juga diperintahkan untuk hadir pada Jumat, 8 Maret 2024, di Rest Area IKN yang dulu merupakan kediaman eks rumah jabatan Bupati PPU di Sepaku, Kalimantan Timur, untuk menindaklanjuti arahan soal pelanggaran pembangunan yang tidak berizin dan tidak sesuai dengan tata ruang IKN.
Kabar tersebut pun menjadi perhatian sejumlah pihak, termasuk anggota DPR. Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus menilai upaya penggusuran warga lokal sebagai hal memilukan sekaligus memalukan. Menurutnya, ibu kota negara tidak boleh diperuntukkan hanya untuk orang tertentu saja.
"Ibu kota negara adalah untuk semua," kata Guspardi dalam rapat kerja Komisi II dengan Kepala Otorita IKN, Senin, 18 Maret 2024. "Jangan masyarakat asli di situ dimarginalkan."
Terlebih, Guspardi menuturkan, pemindahan ibu kota dari Jakarta ke IKN masih menjadi pro kontra. Politikus PAN ini pun mengatakan pemindahan ibu kota mesti dilakukan dengan bijaksana.
Anggota Komisi II Fraksi PDIP Rosiyati juga menyoroti isu penggusuran warga lantaran bangunan mereka tidak sesuai rencana tata ruang wilayah (RTRW). Rosiyati menyayangkan jika hal itu terjadi pada masyarakat yang sudah lama tinggal di wilayah tersebut. Ia pun meminta Otorita IKN menghormati hak-hak masyarakat setempat.
"Masyarakat yang dulu mungkin tidak tahu ada RTRW yang baru tercipta dari IKN dan ini diberi waktu seminggu (untuk merobohkan bangunan)," kata Rosiyati. "Bagaimana pola kita, jangan sekali-kali menindas, menyepelekan masyarakat asli di sana," tutur Rosiyati.
Sementara itu, Kepala Otorita IKN Bambang Susantono mengklaim tidak ada penggusuran semena-mena di IKN. Ia hanya mengatakan, pihaknya ingin menjaga tata ruang yang baik di kawasan tersebut. Sebab menurutnya, banyak mwarga yang melakukan pembangunan tanpa mengikuti aturan tata ruang yang ada.
"Apa yang diwartakan sebagai penggusuran, saya kira jauh dari kata penggusuran," tutur Bambang.
RIRI RAHAYU | ADVIST KHOIRUNIKMAH
Pilihan Editor: Sri Mulyani Laporkan Kasus Dugaan Fraud Rp2,5 T ke Jaksa Agung, Bos LPEI Buka Suara