TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Knalpot Seluruh Indonesia (AKSI) melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) meminta Badan Standarisasi Nasional dan Kementerian Perindustrian membuat standarisasi produk knalpot after market atau yang dikenal dengan sebutan knalpot brong. Asosiasi meminta adanya regulasi yang jelas karena kepolisian terus merazia pengendara motor pemakai knalpot bersuara bising tersebut.
“Karena saat ini banyak produk-produknya, kemudian industrinya juga didatangi oleh pihak penengak hukum, padahal mereka sudah mengikuti ketentuan,” kata Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM, Hanung Harimba Rachman, usai menemui AKSI di Kantor Kemenkop UKM, Jakarta Selatan, pada Jumat, 23 Februari 2024.
Pertemuan juga dihadiri oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) serta Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Menurut Hanung, audiensi ini bertujuan mencari solusi untuk industri otomotif, khususnya bagi pembuat knalpot after market.
Hanung mengatakan, kepolisian belum bisa mengetahui perbedaan knalpot after market brong dan knalpot yang sudah sesuai standar pabrik.
“Tidak semua polisi punya alat (untuk mengetahui) ada sertifikasi. Bentuk-bentuk seperti SNI itu akan sangat memudahkan untuk membedakan,” tuturnya.
Hanung pun berharap kepolisian tidak melakukan penindakan razia terlebih dahulu sebelum regulasi tersebut diterbitkan.
"Kalau pun dilakukan penindakan perlu tata cara dengan standar yang benar. Kalau tidak kasat mata, tidak berisik (knalpotnya) jangan ditangkap," ucapnya.
Hanung pun berharap regulasi tersebut bisa terbit secepatnya. “Kalau saya maunya secepatnya, harusnya sebulan kelar.”
Aturan mengenai tingkat kebisingan knalpot kendaraan bermotor sebetulnya sudah termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Kebisingan suara diatur dalam pasal 48 ayat 3b.
Untuk tingkat kebisingan kendaraan bermotor sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 7 tahun 2009. Dalam peraturan tersebut, sepeda motor dengan kapasitas mesin hingga 80 cc, batas kebisingan knalpotnya maksimal 77 desibel, kapasitas mesin 80 - 175 cc sebesar 80 desibel dan kapasitas mesin di atas 175 cc batas kebisingannya 83 desibel.
Pasal 285 UU LLAJ menyebutkan, setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250 juta.
Namun demikian, industri knalpot after market tetap bertumbuhan di sejumlah daerah. Belakangan kepolisian, karena menerima banyak keluhan pengendara lain, menilang sejumlah pengguna knalpot after market yang kebanyakan brong, knalpot yang seharusnya hanya dipakai di ajang balapan resmi, bukan jalan raya untuk umum.
DEFARA DHANYA PARAMITHA
Pilihan Editor: Kemenperin Tegaskan Perluasan Industri Penerima Harga Gas Khusus Tak Bebani Industri Migas