Studi tersebut menunjukkan bahwa degradasi lingkungan adalah dampak utama dari operasional pengolahan nikel, yang menyebabkan penurunan kualitas air, tanah, dan udara. Nelayan dan petani di sekitar kawasan industri diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp 3,64 triliun dalam 15 tahun ke depan.
“Itu menyebabkan efek deforestasi dan terganggunya kehidupan masyarakat lokal dan ternyata profit yang kemudian diperoleh dari industri nikel tidak semua kembali lagi ke ekonomi lokal,” ujar Bhima.
Ia juga menjelaskan menurunnya kualitas air, tanah dan udara, menyebabkan kemerosotan dalam jumlah nilai mata pencaharian pada nelayan dan petani di sekitar kawasan industri.
Selain itu, mitos tentang peningkatan kesejahteraan penduduk lokal melalui penyerapan tenaga kerja dan kenaikan upah juga terbantahkan dalam studi ini. Peningkatan penyerapan tenaga kerja hanya terjadi pada tahap konstruksi pabrik pada tahun ke-3, kemudian cenderung menurun hingga tahun ke-15.
Keadaan tersebut berkaitan dengan dampak negatif dari industri nikel yang berpengaruh ke serapan kerja sektor usaha lain, khususnya pertanian dan perikanan.
Pilihan Editor: Tekstil Hingga Perikanan Diprediksi Terdampak Resesi Jepang, Batu Bara dan Nikel Waspada