TEMPO.CO, Jakarta - Analis Kebijakan Pangan Syaiful Bahari mengungkap bahwa pembatasan pembelian beras di pasar ritel kembali melanda beberapa kota, seperti Bogor dan Yogyakarta. Konsumen sekarang hanya diperbolehkan membeli beras kemasan 5 kilogram dengan jumlah maksimal dua pak.
Menurut Syaiful beras jenis premium juga pernah mengalami kelangkaan serupa pada Oktober 2023.
“Kelangkaan dan harga beras yang kini semakin naik di tengah derasnya pembagian bansos (bantuan sosial) sudah bukan cerita kosong lagi, tetapi sudah terjadi,” tutur Syaiful, dikutip pada Selasa, 13 Februari 2024.
Ia menilai defisit beras pada awal 2024 mencapai sekitar 2,8 juta ton. Sementara, panen raya diperkirakan pada bulan Mei. Meskipun ada panen pada Maret, tanam padi yang mundur menyebabkan panen tidak serentak. Curah hujan tinggi dan banjir di Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur juga diperkirakan mengakibatkan gagal panen sebagian lahan.
“Kita tidak bisa memastikan berapa hasil panen nanti antara Maret sampai Mei, tapi yang jelas tetap di bawah normal,” lanjutnya.
Harapan untuk impor beras sebesar 2 juta ton, menurut dia juga belum pasti. Bahkan, Bapanas (Badan Pangan Nasional) menyatakan bahwa hanya 600 ribu ton beras impor yang baru tiba pada Maret.
Dengan menghitung stok yang tersedia, proyeksi hasil panen kuartal pertama, dan permintaan pasar yang meningkat menjelang bulan puasa dan Idul Fitri, kata dia, pemerintah akan kesulitan memenuhi persediaan beras. Selain itu, sulit untuk menghentikan kenaikan harga beras yang sudah tinggi sebelumnya karena kelangkaan stok beras.
“Di fase awal, gejala krisis beras ditunjukkan dengan kenaikan harga yang konstan setiap bulan, tapi sekarang ini tidak lagi soal harga, tetapi kelangkaan beras di berbagai kota,” ujar dia.
Ia menyoroti bahwa pemerintah seharusnya tidak terus-terusan berkelit demi pencitraan seolah-olah pasokan beras di negara ini aman. Menurut dia, salah satu kesalahan besar pemerintah adalah terus menggunakan beras sebagai komoditas politik untuk kepentingan kelompok tertentu, terutama melalui pembagian bansos yang tidak terarah.
Lebih lanjut, ia juga menilai bahwa hingga saat ini, publik masih belum mendapat informasi yang jelas mengenai stok beras di Bulog.
“Kalau selalu dikatakan cukup, kenapa harga tidak kunjung turun, justru malah naik, bahkan terjadi kelangkaan,” kata dia.
Ia menjelaskan jika mengacu pada jumlah keluarga penerima manfaat sebanyak 22 juta dan pemberian beras sebanyak 10 Kg per keluarga, maka hanya sekitar 220 ribu ton beras impor yang diperlukan.
Kurangnya keterbukaan pemerintah, menurut dia, hanya menghasilkan narasi-narasi yang menyesatkan publik. “Di sini tidak ada keterbukaan pemerintah soal angka-angka panen, produksi beras dalam negeri, berapa angka impor beras sebenarnya, dan berapa stok cadangan beras pemerintah?”
Pilihan Editor: Beras Mahal, Erick Thohir: Seluruh Dunia Juga Naik, Makanya Pemerintah Hadir dengan Bansos