TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengaku tak habis pikir kenapa program bantuan sosial atau Bansos yang digelontorkan oleh pemerintah belakangan ini terus dipermasalahkan. Kritik atas Bansos ini, kata dia, juga makin masif menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Padahal, menurut Erick, Bansos adalah kebijakan yang diputuskan pemerintah bersama DPR. "Dan sudah dianggarkan oleh Menteri Keuangan. Program bansos itu berjalan sudah lama, jadi saya juga bingung kenapa mesti diributkan sekarang," kata Erick usai mengecek ketersediaan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di Jakarta Timur, Senin, 12 Februari 2024.
Ia menjelaskan bahwa program Bansos ini telah lama berjalan. Program ini juga ditujukan semata-mata untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.
"Program bansos ini sudah berjalan lama dan tentu sudah diprogramkan oleh Bu Mensos juga Bapak Presiden," ucap Erick.
Adapun Kementerian BUMN dalam program Bansos ini, menurut dia, hanya membantu dari sisi suplai. "Saya pribadi tidak pernah melakukan Bansos, tetapi kalau intervensi pasar murah pada saat COVID-19 pun kami melakukan dan tidak ada yang diributkan," katanya. "Jadi, percayalah kebijakan ini memang diambil untuk melayani masyarakat yang belum mampu."
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana sebelumnya memastikan bahwa pemerintah menjalankan program Bansos untuk membantu keluarga miskin yang sedang menghadapi situasi sulit akibat kenaikan harga bahan pokok.
"Tujuan utama Bansos adalah sebagai bantalan atau perlindungan sosial agar masyarakat atau keluarga miskin mampu bertahan menghadapi tekanan kenaikan harga pangan sebagai dampak El Nino maupun gangguan rantai pasok yang berdampak pada kenaikan harga pangan global," tuturnya.
Penyaluran Bansos pun, menurut dia, adalah program afirmasi dari pemerintah untuk rakyat yang dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan telah disetujui bersama oleh pemerintah dan DPR. "Jadi, tidak ada hubungannya dengan proses Pemilu," katanya.
Ramai soal dugaan Bansos dipolitisasi ini semakin kencang disuarakan usai ditayangkannya film Dirty Vote pada Ahad, 11 Februari 2024. Film dokumenter tersebut menunjukkan data-data bagaimana Bansos jadi bentuk poltik gentong babi menuju Pemilu 2024.
Anggaran Bansos yang terus meningkat di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ini menggunakan uang negara dan menggelontorkannya ke daerah-daerah pemilihan dan diduga agar penguasa bisa dipilih kembali.
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono mengatakan Bansos telah dipolitisasi sedemikian rupa untuk keuntungan elektoral personal Presiden Jokowi. Sebab, kebijakan itu menguntungkan Cawapres nomor urut dua, Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan putra kandung Presiden.
Bahkan, Yusuf menilai politik gentong babi telah dilakukan Jokowi sejak lama. "Indikasi politisasi Bansos oleh Presiden Jokowi sebenarnya sudah terlihat sejak Pilpres 2019, bahkan dilakukan sejak awal naik ke tampuk kekuasaan," ujar Yusuf saat dihubungi Tempo pada Selasa, 13 Februari 2024.
Yusuf juga menyebutkan penyaluran Bansos pada era Jokowi dilakukan tiada henti dalam setahun terakhir. Bukan hanya Bansos reguler, tetapi juga Bansos ad-hoc. Menurut dia, hal ini jelas bukan upaya penanggulangan kemiskinan atau kebijakan untuk menjaga daya beli masyarakat.
Kebijakan itu, menurut Yusuf, justru mencerminkan hasrat politik yang tak tertahankan untuk meraih dukungan elektoral secara instan dalam Pemilu 2024 yang sudah di depan mata.
ANTARA | RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan Editor: Dirty Vote Ungkap Politik Gentong Babi, IDEAS: Politisasi Bansos Jokowi Terlihat Sejak Pemilu 2019