TEMPO.CO, Jakarta - Pengusaha restoran dan pub Black Owl di Jakarta Utara, Efrat Tio, menceritakan dampak pajak hiburan tertentu terhadap usahanya. Seperti apa?
Efrat belum menerapkan pajak hiburan sebesar 40 persen. Sebagai informasi, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono telah meneken Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Aturan tersebut mengatur pajak hiburan tertentu sebesar 40 persen. Tarif itu naik dibandingkan sebelumnya yang diatur dalam Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015.
Menurut Perda DKI 3/2015, tarif pajak untuk diskotik, karaoke, kelab malam, pub, bar, live music, musik dengan disk jockey (DJ) dan sejenisnya masih 25 persen dan 35 persen untuk panti pijat, mandi uap, dan spa.
"Orang mau reservasi aja tanya pajaknya udah 40 persen atau yang lama?" ujar Efrat saat ditemui di kantor Kemenko Marves, Jakarta Pusat pada Jumat, 26 Januari 2024.
Selain itu, cerita dia, ada calon pelanggan yang ingin menghelat acara di Black Owl pada bulan depan. Calon pelanggan itu meminta pihaknya membuat surat pernyataan terlebih dahulu agar tidak dikenakan pajak 40 persen.
Sehingga, Efrat mencatat ada penurunan tingkat reservasi dan kunjungan sebesar 30-40 persen sejak kenaikan pajak hiburan ramai diberitakan. "Gimana kalau sudah benar-benar diterapkan? Wah, habis kita!"
Penurunan tingkat reservasi dan kunjungan itu turut berimbas pada omzet perusahaannya. "Omzet sudah berkurang 30 persen sampai 40 persen," tutur dia.
Lebih lanjut, dia menceritakan, pihaknya tengah membangun 4 outlet baru. Jika pihaknya sudah mengetahui aturan pajak ini akan diterapkan, kata dia, akan membatalkan pembangunan outlet baru itu.
Sementara itu, jika bisnisnya terancam, sekitar 1.000 karyawannya juga berpotensi terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). "Ya kalau misalnya harus tutup ya semuanya kami lay-off," ucap dia.
Pilihan Editor: Begini Pesan Hotman Paris ke Sri Mulyani Soal Pajak Hiburan