TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat menyebut, banyak perusahaan menggunakan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai kedok. Apalagi PHK marak terjadi usai Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja disahkan. Beleid itu dinilai telah melonggarkan kewajiban perusahaan dalam memberikan pesangon.
"Fenomena perusahaan mem-PHK banyak orang pekerjanya itu terjadi. Setelah disahkan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja, semakin banyak terjadi. Makin bertambah perusahaan-perusahaan itu mem-PHK," kata Mirah pada Selasa, 23 Januari 2024.
Ia mendapati, perusahaan-perusahaan yang melakukan PHK justru kemudian membuka kembali lowongan pekerjaan untuk posisi yang sama. Aspek Indonesia juga sempat melakukan penelusuran terhadap para karyawan korban PHK. Hasilnya, mereka yang terkena PHK adalah karyawan lama, dengan masa kerja lebih dari 10 tahun.
"Kemudian mereka merekrut pekerja-pekerja yang baru dengan status yang berbeda. Status outsourcing atau kontrak kerja yang masa kontraknya itu sangat pendek, antara satu bulan sampai hanya 6 bulan saja," ujar Mirah.
Perusahaan mengambil keuntungan sepihak dengan kebijakan PHK tersebut. Mereka tak perlu lagi membayar jaminan kesehatan atau ketenagakerjaan, pesangon, hingga tunjangan hari raya. "Jadi artinya itu yang mereka tuju. Kalau fenomena yang saya lihat, dari data yang kami miliki, begitu ya," tutur Mirah.
Belakangan ini, kabar penutupan pabrik ban Hung-A di Cikarang ramai diperbincangkan di media sosial. Pasalnya, pabrik asal Korea Selatan tersebut dikabarkan akan mem-PHK 1.500 orang karyawannya. Menurut situs resminya, PT Hung-A Indonesia mengekspor lebih dari 70 persen seluruh produksinya ke Eropa. Penerima ekspor ban Hung-A ini di antaranya termasuk Dunlop.
Soal ini, Mirah menyebutkan perusahaan beralasan PHK tak terhindarkan karena perusahaan kalah saing dengan perusahaan sejenis. "Saya menduga, kemungkinan mereka hanya mengubah merek atau nama saja. Jadi itu semua pekerja di-PHK, kemudian mereka bertransformasi menjadi PT yang baru. Bisa jadi, demi menghilangkan atau menghapus pekerja-pekerja lama tadi karena biayanya sudah cukup tinggi, " ujarnya.
Mirah mengatakan, memang banyak sekali perusahaan yang menggunakan modus seperti itu. "PHK, tapi ternyata saya lihat mereka buka, tapi dengan yang baru, nama yang baru. Mereka bermodusnya seperti itu," tutur Mirah.
Ia berharap jika pabrik Hung-A mem-PHK karyawannya, mereka memenuhi hak-hak karyawan. "Mudah-mudahan sih dibayarkan ya, tapi saya dapat informasi sih belum selesai juga. Nah, tapi kalau tren-tren yang lalu, fenomena PHK tadi, banyak juga yang tidak mendapatkan hak pesangonnya. Gara-gara Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja."
Pilihan Editor: Adakah Pesangon untuk Karyawan Resign? Ketahui Aturannya Ini