TEMPO.CO, Jakarta - Tim pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, berbeda pendapat soal pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap batu bara. Tim 01 ingin mempercepat pensiun dini PLTU jika terpilih dalam Pilpres mendatang. Sementara Prabowo-Gibran ingin menjalankannya secara bertahap.
Juru Bicara Tim Amin, Irvan Pulungan, mengatakan percepatan pensiun dini PLTU penting dilakukan.
"Khusunya pada PLTU yang oversupply, seperti PLTU Suralaya, Cirebon, Indramayu, Pelabuhan Ratu, dan Cilacap. Sudah bisa mulai dipikirkan mau ditutup atau tidak," kata Irfan dalam diskusi publik tentang Transisi Energi Berkealilan yang digelar di Jakarta, Selasa, 9 Januari 2024.
Selain PLTU batu bara yang oversupply, kata Irvan, PLTU yang perlu segera dipensiunkan adalah PLTU batu bara di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Terutama PLTU yang menggunakan mesin bekas atau turbin lama yang menggunakan batubara kalori rendah.
"Ini perlu dihentikan. Tapi perlu disiapkan alternatif pembangkit baru, seperti pembangkit energi baru terbarukan," ujar Irvan.
Sementara itu, Juru Bicara Tim Prabowo-Gibran, Eddy Soeparno, mengatakan pensiun dini PLTU batu bara masih terkendala sejumlah hal. Pertama, kendala pembiayaan.
Pensiun dini PLTU batu bara butuh biaya besar. Misalnya untuk pensiun PLTU Cirebon, Eddy mengatakan, butuh dana Rp 13 triliun. Karena itu, perlu mencari pendanaan lebih dulu.
"Kami mencoba realistis, bukan populis," ujar Eddy. "Langsung mempensiunkan dini PLTU batu bara itu kelihatan baik. Jika disampaikan ke publik, responsnya positif. Tapi perlu kita sampaikan kendalanya."
Kendala menurut Eddy adalah kesiapan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) sebagai pengganti. Membangun pembangkit EBT butuh waktu lama. Menurut Eddy, estimasi waktunya 6 hingga 8 tahun. Selain itu, pembangkit EBT seperti PLTS Terapung Cirata juga bersifat intermitten atau tidak bisa selalu diandalkan.
"Misal PLTS Cirata, pukul 2 siang curah matahari sudah turun. Harus ada cadangannya," kata Eddy. "Inilah kompleksitas EBT. Kita tidak bisa langsung loncat dari energi fosil ke EBT. Harus ada transisi energi."
Riri Rahayu
Pilihan Editor: Komisi VII DPR Bakal Panggil PT ITSS dan Kementerian Perindustrian Buntut Insiden Ledakan Tungku Smelter