Sementara itu, Cina menghadapi tren perlambatan dengan persoalan di sektor properti, utang pemerintah daerah, serta persoalan struktural terkait aging dan tingginya pengangguran kelompok muda. Dampak perang dagang dengan Amerika juga menjadi downside risk yang harus terus dihadapi Cina ke depan.
Selain itu, indikator PMI manufaktur juga mengonfirmasi tren pelemahan ekonomi global. Sebagian besar negara mengalami kontraksi, termasuk di antaranya AS (48,2), kawasan Eropa (44,2), dan Jepang (47,7). Hanya sedikit negara yang berada di zona ekspansi, termasuk di antaranya Indonesia (52,2), Filipina (51,5), dan Tiongkok (50,8).
PMI manufaktur Indonesia pada Desember 2023 bahkan meningkat dari posisi semula 51,7 pada November, mencerminkan resiliensi pada aktivitas manufaktur yang ditopang oleh permintaan domestik yang masih kuat. Di tengah ketidakpastian dan pelemahan ekonomi global, perekonomian Indonesia cukup resilien.
Pertumbuhan ekonomi sampai dengan kuartal III 2023 tercatat 5,05 persen Year to Date (YtD), terutama ditopang permintaan domestik yang masih kuat dan inflasi yang terkendali serta didukung kebijakan fiskal pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat. Aktivitas investasi juga dalam tren menguat, didukung oleh progres penyelesaian proyek-proyek strategis nasional (PSN).
Dari sisi produksi, sektor-sektor utama tumbuh positif, terutama manufaktur yang tumbuh 5,2 persen pada triwulan III, didukung kuatnya permintaan domestik. Masih kuatnya permintaan domestik juga mendorong kinerja sektor-sektor pendukung pariwisata, seperti transportasi dan akomodasi makan minum yang tumbuh double digit.
Hingga akhir 2023, kata Febrio, pemerintah optimistis perekonomian Indonesia akan berada di atas 5 persen. Tentunya ini menjadi capaian yang perlu diapresiasi dan dipertahankan. “Namun tidak mengurangi kewaspadaan kita untuk tahun 2024 yang masih akan penuh tantangan,” kata Febrio.
Pilihan Editor: Menpan RB Pastikan Jokowi akan Umumkan Seleksi CASN 2024 Dalam Waktu Dekat