TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Pakar Timnas AMIN (Anies-Muhaimin) Fadhil Hasan menyoroti kebijakan hilirisasi di Indonesia pasca insiden ledakan tungku smelter di PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (PT ITSS). Menurutnya, kebijakan hilirisasi masih bergantung pada teknologi dan modal dari Cina.
Sebelumnya, insiden ledakan tungku smelter di PT ITSS menyebabkan 18 pekerja meninggal. Kecelakan kerja terjadi di pabrik smelter nikel, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, pada Ahad, 24 Desember 2023.
Baca Juga:
"Ini peristiwa yang betul-betul mendorong kita untuk mengevaluasi kembali kebijakan hilirisasi yang dicanangkan selama ini. Pertama, mengenai kebijakan hilirisasi itu kita itu bergantung pada teknologi dan modal dari Cina," ujar Fadhil dalam keterangannya kepada Tempo, dikutip pada Senin, 1 Januari 2024.
Menurutnya, praktik pengelolaan pertambangan yang dilakukan Cina di berbagai smelter, tidak memperhatikan atau menjalankan prinsip ESG atau environment, social, and governance. "Sementara kita tahu bahwa praktek-praktek pengelolaan pertambangan yang dilakukan oleh Cina itu sangat tidak memperhatikan atau tidak menjalankan apa yang disebut ESG, environment, social, and governance," katanya.
Fadhil mengatakan, keselamatan kerja termasuk dalam salah satu aspek ESG yang harus dipatuhi dan dijalankan secara konsisten. Aspek ESG itu semestinya menjadi standar dari operasional smelter-smelter.
"Saya kira ini suatu masalah yang akan terjadi karena praktek-praktek pengelolaan pertambangan termasuk smelter itu yang dilakukan Cina tidak memperhatikan prinsip-prinsip ESG, padahal itu sangat penting," kata Fadhil.
Pilihan Editor: Analis: Rupiah Bisa Menguat hingga Rp 14.500 per Dolar AS pada 2024