TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi memberikan sejumlah catatan yang perlu diperhatikan presiden terpilih mengenai kebijakan hilirisasi pasca tragedi kebakaran di smelter PT Tsingshan Stainless Steel (ITSS).
Fahmy menyebut, presiden terpilih harusnya tidak hanya melanjutkan hilirisasi pada pemerintahan Jokowi yang menurutnya sangat buruk. Ia menyebut, hilirisasi yang saat ini digencarkan pemerintah tidak memberikan nilai tambah yang banyak. Hal ini diperparah dengan lemahnya penerapan sistem keamanan dalam proyek hilirisasi di berbagai smelter.
“Harusnya presiden berikutnya tidak hanya melanjutkan apa yang dilakukan Jokowi yang amat buruk ini. Hilirisasinya bagus, tapi prakteknya amat buruk. Kenapa buruk? Indikatornya nilai tambah yang kita dapat itu tidak terlalu banyak. Kemudian safety system-nya tidak menjamin keselamatan,” kata Fahmy dalam keterangannya kepada Tempo pada Jumat, 29 Desember 2023.
Meski memiliki catatan buruk, Fahmy mengatakan, presiden terpilih harus mempunyai komitmen untuk melanjutkan hilirisasi dengan melakukan perbaikan dan evaluasi total. Perbaikan itu seperti evaluasi dominasi investasi China di kebijakan hilirisasi.
"Misalnya bagaimana dominasi investor China itu agar ada keseimbangan. Bisa diundang investor asing dari negara lainnya atau saya berharap para pengusaha tambang nikel itu bisa didorong perseorangan atau grup untuk mendirikan perusahaan smelter," katanya.
Menurut Fahmy, dengan lebih banyak pengusaha lokal yang mendirikan perusahaan smelter, Indonesia mendapatkan nilai tambah yang lebih banyak. Selain itu, hal ini juga dapat membuka lapangan kerja. "Kalau China kan sebagian (tenaga kerjanya) dibawa sendiri dari China kan," ucap dia.
Selain itu, ia juga mendorong presiden terpilih untuk menyiapkan sumber daya manusia atau SDM yang dibutuhkan dalam hilirisasi. Menurutnya, tenaga kerja yang bekerja di smelter tidak memerlukan kualifikasi keterampilan yang tinggi.
"Saya kira untuk smelter tidak ada yang sulit yang membutuhkan kualifikasi keterampilan yang tinggi. Pemerintah pusat dan daerah bisa mempersiapkan tenaga kerja seperti apa yang dibutuhkan, keterampilan seperti apa," ujarnya.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan, kata Fahmy yaitu dengan mendirikan sekolah vokasi di Halmahera. Nantinya, lulusan dari sekolah tersebut dapat disalurkan untuk bekerja di smelter.
Pilihan Editor: Luhut: Pertama di Dunia, Indonesia-Hong Kong Kerja Sama Proyek Baterai Lithium