Sebenarnya Perpres ini adalah kebijakan yang keliru kata Edy, seolah-olah yang mau ditangani adalah masyarakat yang terdampak dari pembangunan di tanah negara. Padahal permasalahannya persoalan kepemilikan tanah. Jangan sampai, Perpres ini diartikan seolah-olah mengklaim tanah Rempang adalah tanah negara.
"Di sini BP Batam mengkalim memiliki tanah di Rempang tapi tidak bisa menunjukan bukti kepemilikan mereka, apakah HGU (Hak Guna Usaha) atau hak pakai. Sampai sekarang kami belum temukan," katanya.
Sebaliknya masyarakat telah menguasai secara turun temurun sejak ratusan tahun. Jika kembali pada Undang-undang Pokok Agraria, dan Perpres No. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, sebenarnya pengakuan kepemilikan tanah itu cukup diukur minimal 20 tahun, kalau warga tidak punya dasar kepemilikan (sertifikat dan surat-surat lain) minimal menguasai tanah itu 20 tahun berturut-turut. Artinya secara normatif masyarakat diakui secara hukum memiliki tanah di Pulau Rempang.
Persoalannya kata Edy, masalah ini semakin rumit karena pemerintah (BP Batam dan kementerian) yang tidak mau mengakui kepemilikan warga. "Satetemen BP Batam yang menjadikan Perpres ini sebagai instrumen baru untuk mengatasi masalah Rempang, itu keliru. Karena ini diperuntukan pada tanah yang clear (milik) tanah negara, di Rempang warga meyakini itu tanah mereka, bukan tanah negara, jadi tidak layak memakai Perpres ini untuk meminta warga Rempang pindah," katanya.
Selain itu Perpres ini adalah ditujukan untuk pembangunan nasional, padahal didalamnya tidak ada indikator pembangunan nasional itu sendiri. Pembangunan nasional justru menjadi kata yang berbahaya, karena definisinya tidak jelas.
Jika merujuk kepada Undang-undang Pembangunan Nasional, Pembangunan nasional adalah upaya yang dilakukan oleh semua komponen bangsa dalam mencapai tujuan bernegara. Itu masih sangat umum dan kabur, Perpres ini tidak berusaha memberikan batasan sehingga ini rawan untuk disalahgunakan.
"Proyek pembangunan swasta diklaim proyek pembangunan nasional. Di Rempang ini awalnya adalah proyek yang akan dikerjakan swasta dengan kerja sama BP Batam dan PT MEG, tiba2 diambil oleh negara dan mengklaim sebagai PSN," kata Edy.
"Maka dari itu, kami mendesak untuk menghentikan semua PSN di masa ini, untuk mengurangi kerugian yang lebih besar," katanya.
Pilihan Editor: BP Batam Akan Bangun Menara di Pulau Rempang, Dua Kali Tinggi Monas