TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menejelaskan situasi ekonomi global 2024. Menurut dia, berbeda dengan 2023 yang suku bunga tinggi dan bertahan lama 18-24 bulan, tahun depan akan lebih pendek lagi. Bahkan ada harapan penurunan suku bunga pada paruh kedua 2024.
“Ini memberi harapan, paling tidak muncul optimis, karena situasi berarti shock (guncangan) terburuk dari kenaikan suku bunga sudah dilewati,” ujar dia dalam acara Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia 2024 yang disiarkan langsung di akun YouTube Kementerian Perekonomian pada Jumat, 22 Desember 2023.
Namun, kata dia, persoalan yang harus dilihat adalah masalah fundamental seperti di Cina itu masalah buruh berusia tua tidak bisa diselesaikan dengan cepat. Sementara jika masalah properti dan non performance loan (NPL) atau kredit bermasalah, jika pun dilakukan restrukturisasi tidak bisa segera memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan. “Jadi ini akan memberi masalah fundamental.”
Selain itu, ada juga fragmentasi dan geopolitik yang berdampak pada perekonomian global, meskipun investasi dan perdagangan menjadi penggerak pertumbuhan. “Ini menimbulkan downside risk (risiko penurunan), jadi kami tetap akan menghadapi 2024, tadi eksternalnya itu tidak friendly dan punya masalah fundamental,” tutur Sri Mulyani.
Untuk Indonesia, bendahara negara mengatakan, permintaah domestik harus tetap terjaga. Makanya, kata dia, Presiden Joko Widodo alias Jokowi tadi mengatakan bahwa pemerintah harus mengatasi masalah pangan, karena itu sangat penting. Dampak kenaikan harga pangan terhadap kelompok menengah bawah harus diperbaiki dari sisi inflasi maupun kenaikan harga pangan.
Sementara, kelompok kelas menengah atas, ada kebijakan seperti insentif untuk pembelian rumah dan mobil. Di mana semuanya ditunjukkan agar dari sisi penawarannya, sehingga daya beli masyarakat bisa mulai dipacu untuk bisa tumbuh.
Sedangkan dasi sisi investasi, Sri Mulyani berujar, saat ini sudah tumbuh cukup baik. Hal itu bisa dilihat dari pertumbuhan kredit perbankan. “Namun mungkin belum setinggi yang kami harapkan,” ucap dia.
Sehingga, jangan sampai pada 2024 ada pengereman untuk pertumbuhan kredit. Karena bisa menjadi persoalan dari sisi investasi meskipun ada usaha untuk menaikkan Foreign Direct Investment (FDI)—investasi atau penanaman modal asing—melalui hilirisasi dan program-program reformasi di bidang bisnis tetap dilakukan.
Jadi, dia berujar, kebijakan fiskal tetap akan mendukung baik masalah fundamental jangka panjang seperti pendidikan, infrastruktur, kesehatan maupun yang sifatnya jangka pendek. “Yaitu melakukan countercyclical seperti yang memang kami lakukan pada saat pendemi,” kata Sri Mulyani.
Pilihan Editor: Debat Cawapres Kurang Sejam Lagi, Ini Pesan Sri Mulyani, OJK hingga BI