TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kembali prediksi berbagai lembaga internasional mengenai perekonomian global yang gelap pada 2023. Bahkan, saat itu banyak juga yang memproyeksikan mengenai kondisi ekonomi di negara besar kemungkinan terkena resesi, seperti Amerika Serikat dan Eropa.
Menurut Sri Mulyani, ramalan itu muncul ada alasannya, karena hanya dalam waktu kurang lebih 15 bulan suku bunga di negara-negara maju itu naiknya luar biasa ekstrem. Bahkan, jika bicara kenaikan suku bunga The Fed naik lebih dari 500 basis poin hanya dalam waktu kurang dari 12 bulan.
“Suatu perekonomian yang diberikan shock (guncangan) yang begitu besar dengan kenaikan suku bunga yang drastis itu biasanya nggak bertahan. Paling tidak lemah atau bahkan resesi,” ujar dia dalam acara Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia 2024 yang disiarkan langsung di akun YouTube Kementerian Perekonomian pada Jumat, 22 Desember 2023.
Hal serupa juga terjadi di Eropa, yang tadinya suku bunganya negatif atau nol, kemudian naik sekitar 400 basis poin. Jadi dua mesin motor ekonomi dunia itu mengalami perlambatan, namun untuk Amerika nampaknya muncul suatu harapan karena residensi dari perekonomiannya hingga akhir tahun ini.
“Sehingga paling tidak perekonomian dunia terbesar bisa bertahan dengan kenaikan suku bunga yang luar biasa,” tutur Sri Mulyani.
Sementara di Cina, kata bendahara negara itu, di sisi lain menghadapi masalah yang cukup struktural. Jadi jika melihat dalam konstelasi dunia mesin ekonomi terbesar nomor satu, nomor dua di dunia, dan di Eropa semuanya mengalami persoalan struktural. Bahkan menghadapi guncangan dari sisi kebijakan seperti kenaikan suku bunga.
Sehingga pada 2023, Sri Mulyani mengatakan menghadapi kondisi tersebut Indonesia harus berhati-hati dan waspada. Saat itu, dia berujar, bisa optimistis saja pemerintah perlu mencari alasan. Untuk itu Indonesia mungkin melihatnya dari sisi permintaan domestik yaitu konsumen dan investasi.
“Ekspor kelihatan tahun ini mengalami negatif growth, impor juga mengalami negative growth,” kata Sri Mulyani. Namun, Purchasing Managers Index (PMI) masih positif. “Tapi ekspor dan impor mengalami dua-duanya mengalami negatif growth.”
Pilihan Editor: Jokowi Berharap Perang di Gaza Tak Membuat Harga Minyak Meroket