TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen Bea Cukai) Kementerian Keuangan, Askolani buka suara soal curhatan seorang pemilik usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang harus membayar Rp 118 juta saat akan melakukan ekspor. Hal itu diungkap oleh sebuah akun X bernama @thechaioflife yang mengunggah video dan menyebut bahwa produk ekspor ditahan Kantor Bea Cukai Tanjung Priok.
“Jadi sebenarnya kalau kami lihat silsilahnya, UMKM ini dia izin untuk ekspor. Waktu kami proses dokumennya dan kemudian memverifikasi barangnya kami temukan bahwa dokumen ini tidak sesuai dengan barangnya,” ujar Askolani di Gedung Kemenkeu, Jakarta Pusat, pada Selasa, 12 Desember 2023.
Menurut dia, Kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok telah menjalankan aturan semestinya. Ditjen Bea dan Cukai, pelaku UMKM, eksportir, maupun importir, kata dia, harus mengikuti regulasi. Sebab, barang-barang yang akan diekspor itu memiliki HS Code—basis klarifikasi barang dan bea masuk ke wilyah kepabeanan masing-masing negara—yang ada tarifnya.
Termasuk juga karena ada barang lartar—barang yang dilarang atau dibatasi pemasukan atau pengeluarannya ke dalam maupun dari daerah pabean. Sehingga, Ditjen Bea dan Cukai melayani kepabeanan baik ekspor maupun impor dengan melihat HS Code-nya sesuai atau tidak, tarifnya benar atau tidak, dan kategori barangnya dilarang atau tidak.
“Dokumen yang di Tanjung Priok yang dimasukkan UMKM ini tidak sesuai HS-nya. Sehingga tidak sesuai, tarifnya juga berbeda,” ucap Ankolani. “Ini kami menjalankan akuntabilitas ya, kami laksanakan tugas, dari sini kemudian menyebabkan prosesnya tertahan di bea cukai untuk kemudian harus diperbaiki.”
Tidak ada pungutan sepeser pun