TEMPO.CO, Jakarta - Dalam kurun waktu sekitar satu dekade awal Orde Baru hingga 1978, pemerintah pernah melansir kebijakan dua kali devaluasi mata uang rupiah. Devaluasi kedua meluncur pada 15 November 1978 alias 45 tahun silam.
Devaluasi adalah kebijakan yang diambil pemerintah suatu negara untuk secara sepihak menentukan nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap mata uang lainnya.
Dikutip dari jurnal Universitas Diponegoro, negara akan melakukan devaluasi jika keadaaan nilai tukar mata uang negara dinilai terlalu tinggi atau overvalued. Keadaan seperti ini akan menyebabkan ketidakmampuan perhitungan biaya dan harga serta menghambat perdagangan internasional.
Secara keseluruhan, Pemerintah Indonesia telah melakukan empat kali tindakan devaluasi rupiah terhadap mata uang Dollar Amerika, yaitu pada 1971, 1978, 1983, dan 1986. Semua ini terjadi karena perkembangan neraca pembayaran dan kondisi cadangan devisa Indonesia.
Dilansir dari laman Bank Indonesia, alternatif devaluasi juga akan diambil ketika terjadi tekanan inflasi domestik yang bersifat eksogen baik yang bersumber dari dalam negeri seperti gangguan pasokan pangan maupun dari luar negeri seperti kenaikan harga-harga internasional.
Bagi suatu negara yang sangat rentan terhadap gangguan eksternal misalnya karena memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sektor luar negeri atau gangguan internal seperti sering mengalami gangguan alam, kebijakan nilai tukar tetap merupakan kebijakan yang mengandung resiko tinggi. Resiko devaluasi ini akan sangat berpengaruh terhadap pelaku ekonomi domestik dan investor asing.
Sementara itu, bagi suatu negara yang menganut sistem nilai tukar mengambang, otoritas moneter memiliki keleluasaan untuk mengendalikan jumlah uang beredar karena tidak memiliki kewajiban untuk mempertahankan nilai tukar pada level tertentu.
Jika tingkat harga-harga domestik bersifat rigid, suatu kebijakan ekspansi moneter akan mendorong depresiasi nilai tukar dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri sehingga produksi nasional akan terdorong naik.
Dalam praktek, tidak semua negara yang nilai tukarnya mengalami depresiasi atau devaluasi selalu menunjukkan perbaikan di sisi neraca perdagangan. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan devaluasi terhadap neraca perdagangan, terutama yang berkaitan dengan elastisitas barang impor dan ekspor.
Jika elastisitas barang impor atau barang ekspor terhadap harga elastis, maka devaluasi atau depresiasi akan dapat mendorong ekspor dan mengurangi impor. Sebaliknya, jika elastisitas barang ekspor dan impor tidak elastis, maka kebijakan devaluasi ataupun depresiasi akan sulit untuk memperbaiki neraca perdagangan. Kebijakan devaluasi dapat berhasil jika elastisitas barang ekspor dan impor lebih dari satu. Persyaratan ini disebut dengan MarshallLerner Condition.
EPRINTS2.UNDIP.AC.ID | BMEB-BI.ORG
Pilihan editor: Kisah Devaluasi Rupiah 45 Tahun Lalu, Merosot dari Rp 415,00 Menjadi Rp 625,00 per-Dolar Amerika