Menurut Ahmad, listrik yang dihasilkan dari panas bumi itu memiliki jejak emisi karbon 10 kali lebih rendah dibandingkan pembangkit listrik dari sumber daya tak terbarukan.
“Hal ini mencerminkan komitmen kami dalam mendukung upaya pemerintah dalam mencapai target net zero emission," tutur Ahmad.
Selain itu, Ahmad juga menjelaskan bahwa karbon kredit yang dihasilkan oleh PGE tersebut dihasilkan dari proyek Karaha (Unit 1), Ulubelu (Unit 3 dan 4), dan Lahendong (Unit 5 dan 6). "Untuk Lumut Balai (Unit 1 dan 2) saat ini masih dalam tahap verifikasi," kata dia.
Sementara itu, untuk perdagangan di Bursa Karbon Indonesia, PGE melibatkan proyek Lahendong (Unit 5 dan 6) yang merupakan hasil kerja sama dengan PT Pertamina Power Indonesia (PPI) sejak April 2023. Secara teknis, Ahmad menjelaskan penjualan karbon Pertamina Group ini dilakukan oleh PPI yang merupakan subholding power and new renewable energy (PNRE).
Sementara PGE hanya berperan dalam menyediakan pasokan karbon yang dibutuhkan investor di Bursa Karbon Indonesia. Ke depannya, menurut dia, PGE akan tetap berfokus untuk memperkuat posisinya di sektor energi baru dan terbarukan (EBT).
“Khususnya panas bumi guna menyediakan akses ke energi bersih yang andal dan terjangkau," ujar Ahmad.
Pilihan Editor: Ini Kata OJK soal Target Pengalihan Bursa Kripto dari Bapppebti