Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan investasi EBT dari China bisa menjadi momentum positif bagi pendanaan transisi energi di Indonesia. Pasalnya transisi energi butuh dana besar, sedangkan pendanaan dari skema JETP belum turun.
"Ini menjadi kesempatan bagus bagi Indonesia untuk dapat dana dari siapapun yang mau investasi di EBT. Tidak perlu menunggu JETP deal," kata Bhima ketika dihubungi Tempo, Rabu, 18 Oktober 2023.
Menurut Bhima, investasi untuk sektor EBT dari Cina juga akan menjadi bargaining power atau daya tawar bagi Indonesia jika negara-negara maju yang tergabung dalam JETP lambat dalam merealisasikan investasinya. Belum lagi, dana JETP itu lebih banyak berupa pinjaman komersial dibanding hibah.
"Maka, ini akan menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk menarik dana lebih banyak dari Cina untuk proyek-proyek yang lebih bersih." ucap Bhima.
Bhima pun mengatakan hal tersebut menjadi momentum bagi kerja sama Indonesia-Cina, mengingat selama ini Cina cenderung berinvestasi di sektor non-EBT. "Semacam permulaan untuk meningkatkan kualitas investasi juga," ucap Bhima.
Di sisi lain, Indonesia juga sedang membutuhkan dana besar untuk menggarap proyek transisi energi menuju net zero emission (NZE) pada 2060. Sementara pendanaan melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP) yang disepakati di KTT G20 di Bali pada November 2022 belum turun. Walhasil, kata Bhima, investasi dari China bisa menjadi kesempatan Indonesia mengantongi dana transisi energi tanpa harus menunggu dana JETP turun.
"Keunggulan Cina juga, keputusan investasinya cepat," kata Bhima.
Hanya saja, Bhima mengatakan ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan pemerintah. Hal ini mengingat kualitas investasi dari Cina, yang menurut Bhima, selama ini cenderung masih rendah. "Pertama, safeguard soal lingkungan dan dampak sosial. Sebab, standar environment, social, and corporate governance (ESG) Cina lebih rendah rendah dibanding negara-negara maju," katanya.
Poin kedua, pembiayaan murah dan transparan. Dengan begitu, tidak lagi terulang masalah yang terjadi dalam investasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung. "Yang tadinya B2B (business to business, tapi di tengah jalan berubah pakai jaminan APBN)" tutur Bhima.
Poin ketiga, tata kelola proyek investasi. Menurut Bhima, investasi sektor EBT dari Cina perlu didorong untuk masuk ke smelter-smelter nikel yang sudah eksis di Indonesia. "Investasi EBT bisa untuk mengganti PLTU batu bara-nya," kata dia.
RIRI RAHAYU | DANIEL A. FAJRI
Pilihan Editor: Tingkatkan Bauran Energi Terbarukan, Pemerintah Segera Resmikan PLTS Cirata