TEMPO.CO, Jakarta - Sebelum diterbitkannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 yang melarang social commerce seperti TikTok Shop menyediakan fasilitas pembayaran transaksi, lebih dulu ramai pembicaraan mengenai praktik predatory pricing.
Bukan oleh kalangan umum saja, perbincangan tersebut juga dilakukan oleh pejabat negara. Hal ini menunjukkan adanya masalah besar dengan adanya predatory pricing.
Di antara pejabat yang pernah berpendapat mengenai predatory pricing dalam platform TikTok Shop adalah Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas.
Dalam kunjungannya ke Pasar Tanah Abang pada 28 September 2023, Zulhas menyatakan bahwa kebanyakan produk yang dijual di TikTok Shop dijual dengan harga yang sangat rendah atau jual rugi. Pendapat tersebut diperkuat oleh Teten yang menyatakan bahwa produk yang dijual murah tersebut kebanyakannya adalah hasil impor, sehingga pedagang lokal yang menggunakan social commerce pun akan tetap kalah.
Permasalahan tersebut ditanggapi oleh TikTok. Menurut mereka, platform tidak bisa menentukan harga jual barang dagangan. Semuanya bergantung pada cara bisnis masing-masing pedagang. Namun, tetap saja predatory pricing adalah hal yang sangat berbahaya.
Dampaknya adalah persaingan harga yang tidak sehat dan sampai waktunya dapat saja terjadi monopoli. Monopoli dapat dilakukan oleh pelaku predatory pricing yang sudah tidak memiliki lawan dagang. Saat monopoli terjadi, hal yang lebih parah adalah penetapan harga sepihak dari penjual. Pembeli akan sangat dirugikan karena kurang memiliki kekuasaan dan tetap memerlukan produk yang harus dibeli.
Lantas, bagaimana peran negara Indonesia dalam menghadapi para pelaku predatory pricing? Hal ini pada mulanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tepatnya pada Pasal 20. Bunyi pasal tersebut adalah pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Namun terjadi perubahan sanksi dengan terbitnya UU. No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, sehingga para pelaku predatory pricing hanya diberikan tindakan administratif berupa perintah penghentian kegiatan oleh komisi yang berwenang. Adapun aturan lainnya dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah lainnya.
M. ROBY SEPTIYAN | RIANI SANUSI PUTRI | ANDIKA DWI
Pilihan editor: Mengenal Predatory Pricing yang Ramai di Penghujung TikTok Shop Disetop