TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengatakan nilai tukar rupiah hari ini berpotensi melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Hal ini dikarenakan data inflasi konsumen AS bulan September menunjukkan inflasi yang juga belum turun.
“Data menunjukkan kenaikan inflasi 3,7 persen sama seperti bulan sebelumnya,” ujar Ariston kepada Tempo, Jumat, 13 Oktober 2023. Ia memperkirakan potensi pelemahan rupiah berada di kisaran Rp 15.730 per dolar AS.
Selain itu, kata Ariston, data klaim tunjangan pengangguran mingguan AS yang dirilis Kamis malam, 12 Oktober 2023, juga menunjukkan kondisi ketenagakerjaan yang masih solid. “Angka klaim masih di kisaran 209 ribu seperti pekan sebelumnya,” kata dia.
Menurutnya, hasil ini mengukuhkan ekspektasi pasar bahwa suku bunga tinggi akan bertahan untuk jangka waktu yang lebih lama. Indeks dolar AS kembali menguat di atas 106 setelah sebelumnya bergerak di kisaran 105. Selain itu, tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS pun terlihat bergerak naik.
Lebih jauh, Ariston mengatakan hal lain yang kemungkinan mempengaruhi rupiah terhadap dolar AS adalah data inflasi China yang baru saja dirilis pagi ini. Data tersebut menunjukkan inflasi yang lebih rendah dari sebelumnya, di mana hal ini bisa diartikan ada penurunan aktivitas ekonomi di China.
“Ini mungkin juga memberikan tekanan untuk rupiah dimana China adalah partner dagang besar untuk Indonesia,” kata Ariston.
Pilihan Editor: Analis: Rupiah Menguat Dipicu Respons Positif Pasar Atas Pernyataan IMF