Sementara, analis senior dari Institute for Essential Services Reform (IESR) Raditya Wiranegara menjelaskan pentingnya aspek sosial dan ekonomi dari suntik mati PLTU batu bara. Terutama jika kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat lokal memiliki ketergantungan tinggi terhadap beroperasinya PLTU batu bara.
Selain itu, dia meminta pemangku kebijakan juga perlu untuk menggunakan pendekatan perumusan terkait rencana penghentian pengoperasian PLTU batu bara yang berbasis data. Baik itu data aset pembangkit listrik sendiri maupun biaya eksternalitas terkait dengan operasinya, seperti biaya sosial akibat polusi lokal yang dihasilkan oleh PLTU batu bara.
“Sehingga, penting untuk ke depan, rencana penghentian operasi PLTU batu bara ini masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN),” tutur Raditya.
Dengan begitu, Raditya mengatakan, dapat dipersiapkan jaringan pengaman sosial seperti apa dan berapa banyak yang diperlukan untuk meminimalisir dampak suntik mati PLTU batu bara. Baik pada masyarakat di sekitar pembangkit maupun di daerah penghasil batu bara.
“Langkah-langkah antisipasi lainnya, seperti penyiapan peralihan tenaga kerja dari PLTU batu bara ke pembangkit listrik berbasis energi terbarukan juga bisa dipertimbangkan untuk masuk ke dalam RPJPN” ucap Raditya.
Pilihan Editor: Bank BTPN Berkomitmen Wujudkan Dekarbonisasi untuk Menekan Emisi Karbon