TEMPO.CO, Jakarta - Saat ini, jasa pinjaman online (Pinjol) atau teknologi finansial (fintech) tengah menjadi suatu hal yang banyak digunakan oleh masyarakat. Pasalnya, layanan ini memberikan kemudahan dalam proses peminjaman dana dibanding perbankan konvensional. Bahkan, pinjaman online ini dapat mencairkan dana pinjamannya hanya dengan hitungan hari dan tanpa perlu pergi ke bank karena semua prosesnya dilakukan melalui online.
Sayangnya, tak sedikit orang yang khawatir akan nasibnya apabila tidak mampu melunasi utang pinjaman online atau Pinjol tersebut. Hal tersebut karena isu negatif yang mengatakan bahwa debt collector selaku penagih utang dapat melaporkan nasabah ke pihak berwajib apabila terjadi gagal bayar.
Lantas, bisakan pinjol melaporkan nasabah ke polisi jika gagal bayar? Simak rangkuman informasi selengkapnya berikut ini.
Nasabah Pinjol Tidak Bisa Dipidana
Salah satu ancaman yang kerap dilakukan oleh perusahaan pinjaman online atau debt collector, dalam penagihan utang kepada nasabahnya, adalah dengan laporan kepada kepolisian untuk dikenakan sanksi pidana. Hal tersebut pun mampu menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat umum.
Namun, menurut Anggota Komisioner Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Mohammad Choirul Anam, penegak hukum tidak dapat menjerat nasabah Pinjol yang tidak mampu membayar pinjamannya dengan sanksi pidana. Pasalnya, permasalahan tersebut masuk dalam kategori perjanjian utang-piutang, sehingga merupakan ranah perdata, bukan pidana.
Anam menjelaskan bahwa ketentuan tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Justru, jika aparat penegak hukum tetap memberikan sanksi kepada nasabah yang gagal bayar, maka tindakan itu termasuk dalam pelanggaran terhadap Undang-Undang.
“Tidak seorang pun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang,” tulis Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, melansir dari situs Komnas Ham.
Selain itu, Anam juga menilai bahwa peraturan untuk pinjaman online, yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) belum mampu mengatasi persoalan ini. Pasalnya, dalam POJK Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, tidak terdapat lembaga penyelesaian sengketa di industri ini, sehingga setiap penyelesaian sengketanya dikaitkan dengan ranah pidana.
Sebaliknya, jasa pinjaman online justru dapat dianggap melakukan pelanggaran HAM terkait persoalan penagihan gagal bayar ini. Pasalnya, tak sedikit perusahaan fintech yang mengakses perangkat seluler nasabah untuk melakukan penagihan utang. Hal tersebut tentu berisiko penggunaan data pribadi tanpa izin. Bahkan, aparat penegak hukum, seperti kepolisian dan kejaksaan, perlu mengajukan perizinan kepada ketua pengadilan tertinggi sebelum mengakses atau menyadap ponsel seseorang.
Selanjutnya: Pinjol Ilegal Meresahkan, Segera Laporkan, Ini Caranya...