TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menargetkan pensiun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara tercapai paa 2058. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira membeberkan sejumlah manfaat jika penutupan PLTU tersebut terlaksana.
"Pertama, biaya kerugian ekonomi akibat polusi udara yang berdampak ke kesehatan, produktivitas masyarakat, perusakan lingkungan karena aktivitass PLTU batu bara dan penambangan batu bara bisa ditekan," ujar Bhima kepada Tempo, Sabtu, 23 September 2023.
Kedua, lanjut Bhima, pendanaan dan investasi di sektor energi terbarukan dapat menciptakan kesempatan kerja baru. Dengan begitu, harapannya angka pengangguran dapat ditekan. Ketiga, emisi karbon bisa turun hingga 90 juta ton CO2 dalam kurun 25 tahun ke depan.
Manfaat lainnya, bisa mencegah kelebihan pasokan listrik dan kerugian PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). "Selama ini skema take or pay membuat PLN harus membayar meski ada kelebihan pasokan dari pembangkit IPP (unit pembangkit swasta)," kata Bhima.
Karena itu, menurut Bhima, pensiun PLTU batu bara mesti dipercepat sebelum target net zero emission (NZE) pada 2060 yang dicanangkan pemerintah. Selain itu, pemerintah juga perlu memasukkan target pensiun PLTU di kawasan industri atau captive power plant.
Selanjutnya: "Penghitungannya perlu total karena...."