TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan harga eceran tertinggi (HET) gabah sulit diterapkan, Selasa, 19 September 2023. Adapun, penerapan HET gabah ini diusulkan Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika.
"Kalau ada HET gabah, potensial merugikan petani," kata Khudori kepada Tempo. "Karena harga input produksi, seperti pupuk, benih, tenaga kerja, sewa lahan, pestisida, tidak ada yang fix."
Menurut Khudori, HET gabah bisa diterapkan jika pemerintah dapat memastikan harga input produksi tersebut. Misalnya, ongkos tenaga kerja dibuat tetap. Dia berujar, syarat tersebut penting agar kebijakan yang diambil tidak merugikan petani.
"Jangan karena ingin menyelamatkan penggilingan dan konsumen, tapi petani merugi," ujar Khudori.
Sebelumnya, Yeka memang mengusulkan penerapan kebijakan HET gabah di tingkat penggilingan untuk mengendalikan harga gabah di tingkat petani. Hal ini seiring tingginya harga beras yang masih terjadi hingga saat ini.
Sementara HET gabah diterapkan, Yeka menyarankan HET beras dicabut sementara. Sebab, kata dia, HET beras tidak efektif menstabilkan harga beras di pasaran.
Dia berujar, kebijakan HET selama ini hanya menjadi acuan pasar modern. Sementara itu, tidak ada HET bagi pasar tradisional. Sebab, kata dia, sejak 2017 banyak orang membeli beras di pasar dengan harga di atas HET.
"Mau nggak lakukan penindakan? Ya, bagaimana mau melakukan penindakan ratusan ribu warung atau toko?" ucap Yeka, Senin, 18 September 2023. "Makanya, HET beras tidak pas untuk stabilkan harga."
Yeka menuturkan, sejak November 2022, harga real beras premium sudah melebihi HET. Karena itu, semestinya, mitigasi dilakukan sejak November 2022. Namun, HET beras kemudian direvisi dari Rp 12.800 menjadi Rp 13.900 pada April lalu.
"Tapi setelah direvisi, harga eceran beras premium tidak pernah sentuh HET," tutur Yeka.
Hal serupa pun terjadi pada harga beras medium. Menurut Yeka, harga HET beras medium yang naik dari Rp 9.450 menjadi Rp 10.900 pada Mei lalu tetap diikuti harga beras di pasar. Artinya, kebijakan HET tidak bisa meredam harga beras yang tinggi.
"Kalau tujuannya mau meredam harga beras, buktinya di atas HET semua," ujar dia.
Sementara itu, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi tidak secara gamblang memberi penjelasan, ketika Tempo bertanya apakah usulan Ombudsman tersebut bakal dipertimbangkan Bapanas. Arief hanya mengatakan bahwa yang harus diperbaiki adalah produksi dan cadangan pangan.
"Berapapun dinaikkan, HET tidak akan cukup kalau shortage," kata Arief kepada Tempo melalui pesan WhatsApp pada Senin, 18 September 2023. "Produksi kuncinya."
Pilihan Editor: Buntut Konflik Pulau Rempang, Pemerintah Diminta Buat Peta Kebijakan Investasi