TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan layanan internet milik Elon Musk, Starlink ramai dikabarkan akan masuk ke Tanah Air. Menanggapi hal ini, Dosen Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI) Muhammad Syauqillah mengatakan pemerintah harus berhati-hati mengundang perusahaan milik orang terkaya dunia itu berinvestasi di Indonesia.
“Kita harus lihat juga ini (investasi Starlink) potensinya seperti apa, lalu ancamannya seperti apa,” kata Syauqillah saat mengunjungi kantor Tempo pada Kamis, 14 September 2023. Menurut dia, ada beberapa kemungkinan ancaman siber apabila penyedia layanan internet asing diizinkan masuk tanpa kesiapan keamanan dari pemerintah.
Ancaman ini, kata Syauqillah, berpotensi terjadi ketika terdapat pihak asing yang dibiarkan menguasai ruang digital atau siber Indonesia. “Bagaimana kita punya kedaulatan kalau dunia digital atau dunia siber kita dikuasai oleh orang yang tidak memiliki empati terhadap negara ini,” kata dia.
Dia memberikan contoh pentingnya kedaulatan siber dalam menjaga keamanan dan ketahanan negara. Salah satunya, kata Syauqillah, adalah di invasi Rusia ke Ukraina yang dimulai Februari 2022 hingga saat ini.
“Kalau kita lihat (perang) Ukraina, itu yang pertama kali dilakukan (Rusia) adalah serangan siber terhadap fasilitas-fasilitas publik yang ada di Ukraina,” ucapnya. Selain itu, kata dia, Starlink sebagai penyedia layanan internet asing di Ukraina juga pernah terlibat langsung dalam konflik ini.
Starlink pernah menolak permintaan Ukraina untuk mengaktifkan jaringan satelitnya di kota pelabuhan Sevastopol, Krimea tahun lalu untuk membantu serangan terhadap armada Rusia di sana. Hal ini diakui Elon Musk melalui akun media sosial X-nya pada Kamis, 7 September 2023.
Syauqillah pun mengatakan pemerintah harus menunjukkan political will untuk mencapai kedaulatan siber sebelum menggunakan infrastruktur digital yang disediakan pihak asing. “Kalau kita tidak punya political will bahwasanya Indonesia harus berdaulat dari sisi siber, nah ini menjadi masalah. Jadi repot,” kata dia.
Menurutnya, agar Indonesia tetap berdaulat di sisi siber, pemerintah dapat memaksimalkan penyedia layanan yang sudah dimiliki negera ini. Selain itu, jika memilih untuk menerima pihak asing, Syauqillah beranggapan pemerintah harus mengatur skema bisnis mereka di Tanah Air agar gateway atau perangkatnya tetap di bawah kendali Indonesia.
Lebih lanjut, Syauqillah berujar SKSG UI telah menyusun policy paper atau rekomendasi kebijakan soal kedaulatan siber. Di dalamnya, terdapat bahasan mengenai Starlink dan isu-isu lain dalam keamanan siber nasional, seperti soal serangan siber, kejahatan siber, dan terorisme siber.
Kajian dan rekomendasi kebijakan ini akan diterbitkan Universitas Indonesia pada Senin, 18 September 2023. Nantinya, Syauqillah dan SKSG UI akan menyerahkan rekomendasi tersebut ke Komisi I DPR RI dan Kementerian/Lembaga terkait.
SULTAN ABDURRAHMAN
Pilihan Editor: Elon Musk Lebih Tertarik Investasi ke Australia Ketimbang Indonesia, Alasannya?