TEMPO.CO, Jakarta - Founder National Battery Research Institute, Evvy Kartini mengatakan CEO Tesla, Elon Musk lebih tertarik berinvestasi di Australia ketimbang di Indonesia. Alasannya, negara Kanguru tersebut dinilai telah menerapkan prinsip energi bersih dari hulu ke hilir.
"Di Australia ada gurun, di situ harvesting energi dan itu dipakai untuk proses mining. Makannya Elon pilih kesana," kata Evvy saat ditemui di acara International Battery Summit, Jakarta Selatan pada Selasa, 1 Agustus 2023.
Indonesia, kata dia, harus serius dalam melakukan transisi energi dari hulu sampai hilir. Evvy menekankan Indonesia tak bisa hanya mendorong penggunaan kendaraan listrik. Sebab pemerintah perlu menjalankan prinsip environtmental, social, dan corporate governance atau ESG dari mulai sumber listrik hingga kegiatan penambangan.
Proses ESG, menurutnya, akan menarik minat investor asing menanamkan modalnya di Tanah Air. Mengingat pemerintah tengah mengejar pembangunan smelter dan pabrik baterai listrik di dalam negeri. Sumber daya dan teknologinya pun, tutur Evvy, sudah mencukupi.
"Bahan sudah ada, tinggal kita orkestra. Karena kalau mau bangun pabrik baterai ini sudah ada, kecuali lithium dan grafit," ucapnya.
Untuk sumber pasokan litium, ia berujar pemerintah bisa berkolaborasi dengan Australia. Sedangkan bahan baku grafit dari Kongo atau Afrika. Setelah kolaborasi dilakukan, ia pun meyakini permintaan atau demand pasar sangat besar. Tidak hanya permintaan dari pasar asing, tapi juga dari dalam negeri.
Luhut akan mendatangi Elon Musk awal Agustus 2023