Bab keempat menganalisis peran perdagangan dalam mengurangi kemiskinan dan ketimpangan melalui sistem perdagangan multilateral. Ralph menyampaikan, integrasi perdagangan adalah alat yang ampuh untuk meningkatkan standar hidup dan membantu mengangkat ratusan juta orang keluar dari kemiskinan.
Dia berujar, dari tahun 1981 hingga 2019, negara-negara berpendapatan rendah dan menengah meningkatkan pangsa mereka dalam ekspor global dari 19 menjadi 29 persen dan mengurangi porsi penduduk yang hidup dengan penghasilan kurang dari US$ 2,15 per hari dari 55 persen menjadi 10 persen
Sedangkan bab kelima membahas korelasi antara perdagangan dengan prinsip keberlanjutan lingkungan. Di bab ini WTO memperlihatkan hubungan antara perdagangan dan keberlanjutan.
Kegiatan perdagangan, Ralph menilai, telah berkontribusi besar terhadap penanganan perubahan iklim. Sebagai contoh, perdagangan memberikan akses terhadap teknologi penyokong transisi energi seperti turbin angin.
Perdagangan juga memiliki efek pengganda yang kuat bagi kebijakan perubahan iklim. Simulasi WTO menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga pengurangan emisi karbon dioksida tercapai lantaran adanya kebijakan pajak karbon dalam perdagangan global.
Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala mengakui, tujuan pembentukan organisasi tersebut pasca perang dunia kedua untuk meningkatkan perdagangan dan ikatan ekonomi antar negara tengah menghadapi berbagai tantangan. Meskipun begitu, mantan Menteri Keuangan Nigeria menyatakan tetap optimistis.
“WTO tidak sempurna. Tapi, alasan untuk memperkuat sistem perdagangan jauh lebih kuat ketimbang alasan untuk mengabaikan," ucap Ngozi.
EFRI RITONGA (JENEWA)
Pilihan Editor: Bukan Hanya Uni Eropa, Ini 6 Negara yang Pernah Menggugat Indonesia dan Bersengketa di WTO