TEMPO.CO, Jenewa - Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization atau WTO) melaporkan terjadinya pergeseran orientasi perdagangan dan investasi dunia mengikuti kebijakan geopolitik masing-masing negara. Pergeseran ini berlangsung sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022 hingga sekarang.
Menurut World Trade Report 2023 yang diluncurkan WTO pada Selasa, 12 September 2023, perang di Ukraina telah membentuk dua blok hipotetis geopolitik, yakni blok pendukung dan penentang Rusia. Berdasarkan data, arus perdagangan antar blok geopolitik yang berbeda tumbuh 4-6 persen lebih lambat dibanding perdagangan intra blok geopolitik.
WTO tidak mengungkapkan nama-nama negara anggota blok, namun memberikan gambaran mengacu pada voting di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam voting di Sidang Umum PBB pada 24 Februari 2023, sebanyak 141 negara, termasuk Indonesia, mendukung resolusi perdamaian di Ukraina; 32 negara termasuk Cina abstain, dan 7 negara menolak.
Grafik yang dibuat WTO menunjukkan indeks perdagangan antar blok geopolitik yang berbeda terus turun sejak Maret 2022. Sebelum invasi Rusia, indeks perdagangan antar blok yang berbeda masih di atas 100. Namun, per November 2022, indeks telah turun ke posisi 90, sama dengan posisi Oktober 2021.
Pergeseran serupa terjadi pada investasi langsung asing (foreign direct investment atau FDI). Arus FDI menuju dan dari negara-negara berkembang maupun maju ke negara-negara mitra yang berbeda blok geopolitik melorot. Parahnya, penurunan FDI yang lebih dalam berlangsung di sektor-sektor strategis.
“Hubungan antara FDI, arus perdagangan, dan rantai pasok sangat erat. Tren perubahan arus FDI berdasarkan blok geopolitik dapat terjadi juga pada arus perdagangan dunia ke depan,” laporan itu menyebutkan.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance, Tauhid Ahmad menuturkan, situasi yang terjadi dalam perdagangan dunia saat ini hampir sama dengan situasi ketika perang dunia II berlangsung. Kala itu, terbentuk blok barat dan blok timur, dengan pola perdagangan yang kurang lebih sama dengan yang terjadi sekarang.
Menurut dia, blok Rusia dan mitranya, Cina, semakin menguat, sehingga menghambat perdagangan global. Akibatnya, perdagangan dunia berpotensi menjadi tidak efisien karena biayanya meningkat lantaran perang tarif. “Sekarang menjadi otokritik bagi WTO, ketika isu geopolitik tidak terselesaikan, maka WTO dipertanyakan perannya untuk mengurangi efek geopolitik,” ucap dia.
Tauhid menuturkan, Indonesia juga tidak bisa terlepas dari dampak ketegangan geopolitik ini. Secara tidak langsung, kata dia, dominasi Cina dalam perdagangan ekspor dan impor Indonesia membuat pengaruh negara tersebut besar dalam pengambilan keputusan pemerintah.
Selanjutnya: Apalagi, di samping perdagangan, dominasi Cina...