TEMPO.CO, Tbilisi - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Presiden Asian Development Bank (ADB) Masatsugu Asakawa membahas lebih lanjut program Mekanisme Transisi Energi (ETM) ADB untuk Indonesia dalam mendorong transisi energi dari fosil ke energi ramah lingkungan.
"Kita follow up apa yang sudah di-announce di Indonesia waktu itu dengan JETP (Just Energy Transition Partnerships), ETM, mereka mulai menstrukturkan dan masih banyak pekerjaan teknis, tapi bagus bahwa kita mulai bicara yang real, yang konkret," kata Menkeu Sri Mulyani di Tbilisi, Georgia, Sabtu, 4 Mei 2024, seperti dikutip dari Antara.
Hal tersebut disampaikan Menkeu Sri Mulyani di sela-sela rangkaian kegiatan Pertemuan Tahunan ke-57 ADB.
Sri Mulyani menjadi pembicara dalam seminar berjudul Achieving Climate Outcomes for Transformation, salah satu dari rangkaian kegiatan pertemuan tahunan ADB tersebut. Ia juga menyampaikan upaya Indonesia untuk mewujudkan transisi energi dan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Sebelumnya, pada Desember 2023, Indonesia dan ADB menyepakati komitmen percepatan pelaksanaan pensiun dini (early retirement) PLTU di Indonesia, yang dijalankan dalam kerangka Energy Transition Mechanism (ETM).
ETM adalah program pembiayaan ADB untuk mengakselerasi transisi energi berkelanjutan dari energi fosil ke energi bersih, yang dikolaborasikan bersama dengan pemerintah negara-negara, investor swasta, dan filantropi.
Program ETM saat ini sedang dijalankan di lima negara, yaitu, Indonesia, Vietnam, Filipina, Pakistan, dan Kazakhstan. Program ETM ADB di Indonesia terbilang paling ambisius dan progresif.
Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani juga berbicara soal pensiun dini PLTU. Ia menjelaskan salah satu hal yang perlu diperhatikan dan dicarikan solusinya adalah bahwa ada pendapatan (revenue) yang hilang ketika operasi PLTU dihentikan lebih dini sehingga perlu dicarikan sumber pendanaan (financing) untuk memberikan kompensasi.
"Kalau kita mau retire coal, itu artinya apa, biayanya gimana, siapa yang harus bayar," kata Sri Mulyani.
Sebab, menurut dia, keputusan memensiunkan dini PLTU akan punya banyak imbas. "Karena implikasinya (pensiun dini PLTU) seperti yang saya bilang revenue-nya akan dipotong, jadi siapa yang harus compensate itu gitu, itu kan menjadi the loss (kerugian) yang harus di-calculate (diperhitungkan)," ujarnya.
Bendahara negara juga menyebutkan diskusi mengenai ETM di Indonesia sudah semakin konkret dan teknis. Kementerian Keuangan berdiskusi dengan kementerian/lembaga terkait, termasuk dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Sri Mulyani dan Presiden ADB bahkan telah berbicara mengenai langkah konkret ADB dalam memobilisasi pendanaan (funding) dari sumber-sumber dana lain untuk mendukung upaya pensiun dini PLTU. "Jadi kita sekarang bicara sampai kepada konkret dan komitmen dari ADB untuk bisa mobilizing funding juga dari yang lain."
Sebelumnya, ADB–lembaga keuangan internasional yang memberikan pinjaman, jaminan, investasi modal, hibah dan bantuan teknis kepada negara-negara berkembang di Asia dan Pasifik– telah menandatangani perjanjian kerangka kerja tidak mengikat untuk mendukung penghentian operasional PLTU Cirebon-1 berkapasitas 660 megawatt, yang seharusnya berakhir pada Juli 2042 dipercepat menjadi Desember 2035.
Kesepakatan itu ditandatangani oleh ADB, PT PLN dan PT Cirebon Electric Power (CEP) serta lembaga pengelola investasi Indonesia (INA) di sela-sela COP28 Dubai, Uni Emirat Arab awal Desember 2023.
Pada 2021, ADB meluncurkan ETM, sebuah program yang bertujuan membantu mengatasi isu perubahan iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca di Asia dan Pasifik. Lebih dari 50 persen emisi gas rumah kaca dunia berasal dari wilayah ini, yang masih sangat bergantung pada batu bara dan bahan bakar fosil lainnya sebagai sumber energi.
ETM bertujuan untuk menggunakan modal konsesi dan komersial untuk mempercepat penghentian atau penggunaan kembali pembangkit listrik berbahan bakar fosil dan menggantinya dengan energi alternatif yang ramah lingkungan.
Pilihan Editor: Sri Mulyani Waspadai Dampak Kenaikan BI Rate terhadap APBN