TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy blak-blakan soal angka kemiskinan di Papua yang tidak kunjung turun. Menurut Muhadjir, penyebabnya adalah pejabat pembuat kebijakan yang tidak terjun langsung ke lokasi.
"Kelemahan kita, banyak sekali pejabat yang membuat kebijakan menggunakan kebijakan helikopter. Dilihat dari jauh-jauh," ujar Muhadjir dalam seminar nasional Pesisir Tangguh untuk Indonesia Maju, Rabu, 13 September 2023. "Karena sudah biasa di Jakarta, jadinya sangat Jakartasentris atau paling tidak Jawasentris."
Muhadjir mengatakan bahwa menangani seribu orang miskin di Papua lebih sulit ketimbang menangani 10 ribu orang miskin di Jakarta. Biayanya pun berkali lipat lebih mahal. Salah satunya karena wilayah Papua yang jauh, sehingga biaya penyaluran logistiknya lebih mahal. Dia mengambil contoh harga beras di Papua yang mencapai sekitar Rp 60 ribu per kg.
Artinya, biaya penanganan kemiskinan di Papua lebih besar ketimbang di Jawa. Karena itu, jika bantuan sosial atau bansos yang diberikan pemerintah kepada masyarakat Papua nilanya sama dengan bansos untuk masyarakat Jawa Tengah, misalnya, hasilnya tidak maksimal.
"Nggak 'nendang' sama sekali," ucap Muhadjir. "Dan itu yang terjasi salah satunya kenapa kemiskinannya (Papua) tidak turun-turun."
Ihwal kemiskinan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat provinsi Papua menjadi wilayah dengan presentase penduduk miskin tertinggi per Maret 2023, yakni sebesar 26,80 persen. Sedangkan presentase penduduk miskin terendah dipegang Bali dengan presentase 4,25 persen. Adapun secara nasional, presentasi penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 9,36 persen dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 25,89 juta orang.
Pilihan Editor: Anggaran Perlinsos 2024 Lebih Tinggi, Ekonom: Penanggulangan Kemiskinan Tidak Sekedar Kenaikan Anggaran