TEMPO.CO, Jakarta - Modus penipuan berbasis teknologi yang digunakan pelaku kejahatan baru-baru ini semakin beragam. Salah satunya yang sekarang marak terjadi adalah social engineering atau manipulasi sosial. Teknik ini dengan lihai mengondisikan korban agar mempercayai modus penipuan sebelum nantinya dipancing untuk membeberkan data pribadinya kepada pelaku.
Umumnya, pelaku penipuan social engineering melakukan aksinya dengan mengatasnamakan bank tertentu. Contohnya, penipu bisa membuat calon korbannya panik dengan menyampaikan informasi bahwa nasabah memiliki tunggakan kartu kredit, padahal korban tidak memiliki kartu kredit di bank tersebut.
Bahkan, pelaku bisa menelusuri media sosial korban dan menghubungi kantor tempatnya bekerja atau orang-orang di sekitar dia untuk menagih tunggakan palsu tersebut. Dalam keadaan panik, penipu kemudian menawarkan bantuan untuk menyelesaikan masalah tunggakan palsu ini dengan syarat korban memberi tahu data pribadinya.
“Mereka memiliki kemampuan interaksi dan manipulasi yang mahir sehingga calon korban tidak curiga dan dengan mudahnya memberikan data pribadi,” kata Unsecured Business Head PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Tresia Sarumpaet melalui keterangan tertulis pada Jumat, 8 September 2023.
Data pribadi ini, kata Tresia, termasuk nomor kartu identitas, alamat surel, card verification value (CVV) kartu kredit, dan lain-lain.
Kemudian, Tresia mengatakan, pelaku akan menggunakan data pribadi tersebut untuk mengakses kartu kredit atau rekening korban. “Pada teknik ini, pelaku akan mencoba memanipulasi korban secara psikologis, sehingga strategi serangan dilakukan berdasarkan respon korbannya,” kata dia.
Tresia pun mengimbau nasabah perbankan agar terus waspada dan tidak mudah percaya jika menerima telepon atau pesan dari pihak-pihak yang mengaku sebagai Bank Danamon.
Selanjutnya: Bank, menurut Tresia, hanya akan menghubungi....