Begitu juga dengan Filipina, kata Dadan, memiliki potensi sumber daya energi terbarukan, yakni geotermal.
“Kalau konektivitas basisnya energi fosil, pikiran saya, fosilnya saja yang dikirim, tidak perlu membuat jaringan karena geotermal tidak bisa dipindah, tapi minyak atau batu bara itu yang dikirim menggunakan kapal ke Filipina seperti yang terjadi sekarang,” katanya.
Senada dengan Dadan, Ketua Forum Bisnis Energi ASEAN (AEBF) 2023 Andy Tirta menjelaskan interkonektivitas listrik beberapa negara (sub region) di kawasan Asia Tenggara itu sudah dilakuan pada 2022 antara Laos, Thailand, Malaysia, dan Singapura.
Interkonektivitas itu pun membuka investasi termasuk investasi di sektor energi bersih di kawasan.
“Jadi ini kerja sama nyata, barangnya ada, pasar ada dan bagi investor ini bukan hal yang sulit untuk dijual,” katanya.
Sebelumnya, Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) menyebutkan untuk mengimplementasikan transisi menuju energi bersih, negara di ASEAN perlu pembiayaan sekitar US$ 29 triliun hingga 2050 dengan skema 100 persen energi terbarukan.
Sedangkan dalam kajian Badan Energi Internasioanl (IEA) menyebutkan Indonesia membutuhkan sekitar hampir tiga kali lipat guna mendukung investasi energi bersih pada 2030 yakni tambahan investasi sebesar US$ 8 miliar per tahun.
Pilihan Editor: Tak Lolos Kerja karena Skor SLIK Buruk? OJK: Anak Muda Jangan Main-Main dengan Utang