TEMPO.CO, Jakarta - Minat Indonesia masuk ke BRICS telah terlihat pada pertengahan 2023. Salah satu alasan Indonesia ingin bergabung diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang hadir secara virtual dalam acara “Friends of BRICS” bersama 14 negara undangan lain yang diadakan di Cape Town, Afrika Selatan, pada Jumat, 2 Juni 2023.
Dalam kesempatan itu, Retno mengatakan bahwa BRICS dapat memperjuangkan hak-hak pembangunan dan keadilan ekonomi negara-negara berkembang. Ia juga berharap bahwa BRICS dapat mendukung langkah dalam memberikan solusi atas ketidakadilan yang terjadi pada negara-negara berkembang.
“Negara-negara saat ini di dunia semakin terbelah menjadi beberapa blok karena mengejar kepentingan masing-masing. Negara berkembang tentu yang paling dirugikan. BRICS memiliki potensi untuk menjadi sumber kekuatan positif,” kata Retno sebagaimana diberitakan Tempo sebelumnya.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi sendiri telah berangkat ke Afrika Selatan dalam rangka menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS ke-15 di Johannesburg pada Minggu, 20 Agustus 2023. Jokowi telah tiba di Bandara Internasional Jomo Kenyatta di Nairobi, Kenya setelah 9 jam penerbangan dari Bandara Internasional Kualanamu, Medan.
Meskipun kehadiran Jokowi menjadi tanda besar bahwa Indonesia akan bergabung dengan BRICS. Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, belum dapat memastikan Indonesia akan bergabung ke BRICS meski Presiden Jokowi menghadiri KTT ke-15 blok ekonomi tersebut.
Diberitakan sebelumnya, isu bergabungnya BRICS dinilai berdampak positif dan negatif. Pengamat militer dan pertahanan Connie Rahakundini Bakrie mendorong Indonesia untuk bergabung dengan BRICS karena saat ini dunia memerlukan keseimbangan aspek pertahanan, keamanan, dan ekonomi.
Sementara itu, peneliti politik internasional dari International Institute for Strategic Studies (IISS) Fitrani menilai langkah Indonesia tersebut dapat membawa dampak negatif dan positif.
Dampak Negatif
Dampak negatifnya Amerika akan menganggap Indonesia lebih pro pada Rusia dan Cina. Kedua negara tersebut menjadi rival politik Amerika Serikat dengan sekutunya. “Amerika akan memandang Indonesia sebagai negara yang sedang mendekatkan diri kepada musuh politik Amerika yang kini sedang membangun pengaruhnya di dunia,” ujar Fitriani.
Selain itu, Amerika juga akan menganggap Indonesia berseberangan politik dengan Amerika, terutama terkait konflik yang terjadi di Rusia dan Iran. “Amerika Serikat dan aliansinya akan melakukan tekanan politik dan ada kemungkinan berdampak secara ekonomi,” kata dia.
Dampak Positif
Dampak positifnya adalah Indonesia akan menjalin hubungan diplomatik dengan negara berkembang sebagai penyeimbang negara maju. Selain itu, Indonesia akan menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia secara prinsip menjalankan politik luar negeri bebas aktif.
Dengan bergabungnya Indonesia dengan BRICS, Indonesia akan menyalakan kembali diplomasi dengan negara-negara Asia-Afrika yang memiliki aspek historis dengan Indonesia, yakni mengenai Konferensi Asia Afrika yang pernah dilaksanakan di Bandung pada 1955.
ANANDA BINTANG l TIM TEMPO
Pilihan editor: 3 Fakta Seputar Indonesia Hadiri KTT BRICS, Jokowi Juga Melawat ke 3 Negara Afrika