PLG dinilai tidak berjalan dengan baik lantaran kurangnya kajian sosio-ekologi pada ekosistem gambut. Dalam pelaksanaannya, ditemukan adanya ketidaksesuaian kondisi lahan gambut yang rusak dengan keadaan sosial budaya masyarakat lokal. Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) gambut justru menambah beban biaya penanggulangan bencana, sehingga menguras keuangan negara.
Keberadaan lumbung pangan juga gagal dibangun dan justru sebagian wilayahnya berubah menjadi perkebunan sawit hingga ini. Ironisnya, proyek food estate itu menelan anggaran Rp1,7 triliun dari Dana Reboisasi (DR) yang seharusnya diperuntukkan bagi pemulihan hutan.
Tak hanya itu, pemerintah melalui Keppres No. 80 Tahun 1999 pun mengalokasikan dana untuk membayar ganti rugi kepada yang terdampak. Begitu pula dengan Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 Tahun 2007, dana sebesar Rp3,9 triliun digelontorkan untuk merehabilitasi lahan gambut, tetapi tidak ada kejelasan mengenai penggunaan di lapangan.
2. Program Food Estate Era II
Sejaran food estate versi kedua terjadi di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Program bertajuk Merauke Integrated Energy Estated (MIFEE) tahun 2010 tersebut diterbitkan melalui Inpres No. 5 Tahun 2009 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009 serta Inpres No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010.
Inti dari proyek MIFEE adalah membuka lahan seluas 1,2 juta hektare untuk sawah di Merauke, Papua. Tujuan utamanya supaya memperkuat cadangan pangan dan bioenergi untuk memantapkan serta melestarikan ketahanan pangan nasional.
Dalam implementasinya, program food estate MIFEE justru menghancurkan hutan sagu rakyat. Akibatnya, masyarakat lokal mengalami kesulitan mendapatkan bahan pangan, seperti sagu, daging rusa, daging babi, dan ikan, setelah hutan-hutannya dikonversi.
Tak berhenti di situ, SBY juga menyelenggarakan program ketahanan pangan Bulungan, Kalimantan Utara pada 2011. Serupa dengan MIFEE, proyek dilakukan dengan membuka lahan untuk sawah seluas 30.000 hektare. Program itu diproyeksikan untuk membangun lahan transmigrasi di kawasan Kota Terpadu Mandiri Salim Batu.
Program food estate selanjutnya di Ketapang, Kalimantan Barat pada 2013. Dengan menyediakan 100.000 hektare, hanya sekitar 0,11 persen lahan yang berhasil dimanfaatkan. Ketidakberhasilan proyek lumbung pangan tersebut disebabkan oleh ketidaksesuaian sosial budaya masyarakat dan belum tersedianya infrastruktur pendukung.
3. Program Food Estate Era III
Presiden Jokowi mulai menggarap proyek ketahanan pangan dengan menyiapkan 30.000 hektare lahan di Kalimantan pada 2020. Sebanyak 20.000 hektare lahan sawah yang digunakan berasal dari bekas Proyek Lahan Gambut Sejuta Hektar warisan Soeharto. Sedangkan sisanya merupakan hasil pembukaan lahan baru di Pulang Pisang (daerah transmigrasi).