Wisnu berujar, hewan positif itu segera dipotong bersyarat oleh pejabat karantina untuk mencegah penularan lebih lanjut.
Masuknya penyakit LSD melalui sapi impor, kata Wisnu, menganggu program pengendalian dan penanggulangan LSD di Indonesia. "Aspek Sanitary and Phytosanitary (SPS) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tentu harus dipenuhi oleh Australia sebagai negara ekportir sapi," kata Wisnu.
Sejauh ini, Australia menyatakan bahwa negaranya masih bebas LSD. Pemerintah Australia, melalui Department of Agriculture, Fisheries and Forestry (DAFF) sudah memenuhi persyaratan teknis kesehatan hewan dan protokol karantina. Namun, Barantan masih menemukan sapi dengan gejala klinis LSD di atas alat angkut, selanjutnya terkonfirmasi positif uji laboratorium dengan metode qPCR pada hewan-hewan yang belum pernah divaksin LSD.
Karena itu, menurut Wisnu, investigasi bersama menjadi salah satu jalan tengah untuk memastikan sumber infeksi LSD pada sapi impor dari Australia ke Indonesia.
"Dengan adanya temuan LSD tersebut, juga perlu reharmonisasi persyaratan kesehatan hewan dan protocol karantina, untuk menjamin sapi impor dari Ausralia ke Indonesia memenuhi syarat kesehatan, termasuk bebas LSD," kata Wisnu.
Pilihan Editor: Budi Karya: Operasional Kereta Cepat Jakarta-Bandung Mulai 1 Oktober, tapi Bisa Geser