TEMPO.CO, Jakarta - Jembatan Barombong yang terletak di wilayah Kecamatan Tamalate, Makassar. Jembatan Barombongtelah menjadi sorotan perhatian masyarakat setempat dan pihak terkait, terutama setelah proyek tersebut diambil alih oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Jembatan yang memiliki peran penting dalam menghubungkan Makassar dengan Kabupaten Gowa ini mengalami sejumlah tantangan yang mengakibatkan pengajuan desain perencanaan berulang kali.
Desain Perencanaan
Pemerintah Kota Makassar mengajukan kembali desain perencanaan atau Detail Engineering Design (DED) untuk Jembatan Barombong setelah tidak terealisasi pada tahun 2022. Nilai pengajuan DED tahun ini menurut Antaranews meningkat menjadi Rp1,5 miliar.
"Tahun ini kembali diajukan dan nilainya ada peningkatan menjadi Rp1,5 miliar. Tahun sebelumnya itu Rp500 juta, sementara pagu proyeknya sekitar Rp400 miliar," kata Kepala Bidang Jalan dan Jembatan Dinas PU Makassar Noorhaq Alamsyah.
DED merupakan dokumen desain perencanaan sebuah proyek, yang diajukan ke pemerintah pusat sebelum pengajuan anggaran. Pengerjaan Jembatan Barombong direncanakan menggunakan dua opsi, yaitu sistem kembar (twin) atau sistem bertingkat.
Meskipun begitu, pihak terkait berharap proyek ini dapat dilakukan dengan penganggaran yang efisien. Sistem bertingkat dianggap lebih murah karena tidak memerlukan anggaran tambahan dari APBD dalam pembebasan lahan.
Pembebasan lahan di sekitar jembatan menjadi perhatian, karena memakan waktu dan anggaran yang signifikan. Dikhawatirkan jika tidak diatasi dengan baik, pembangunan proyek jembatan berpotensi mengalami keterlambatan.
Masalah Kemacetan
Jembatan Barombong memiliki masalah kemacetan panjang yang semakin parah dari hari ke hari. Kemacetan ini menurut Sulselprov.go.id sangat mengganggu arus lalu lintas dan menjadi keluhan masyarakat yang sering melintas di jembatan tersebut, terutama pada jam-jam sibuk seperti pagi dan sore hari.
Meskipun ada permintaan dari masyarakat untuk membenahi jembatan tersebut, penanganan masalah kemacetan ini merupakan kewenangan Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar, bukan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Kepala Dinas Dinas Pekerjaan Umum Dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulawesi Selatan Astina Abbas menanggapi bahwa jembatan tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar.
"Dulu itu, pada saat akan dibangun kita fasilitasi, kita bantu rangkanya. Itu juga pernah kita usulkan untuk jalur yang satunya lagi melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), tapi itu beberapa tahun yang lalu,” kata Astina.
"Cuma yang menjadi masalah sekarang ini terkait jalannya, terkait lahan. Bukan hanya jembatan, tetapi bangunan di bawahnya juga kan pemkot yang punya. Statusnya kan jalan kota,” imbuhnya.
Dalam perjalanan proyek Jembatan Barombong, tantangan pembebasan lahan dan anggaran menjadi hambatan utama yang harus dihadapi. Oleh karena itu, pihak terkait berupaya untuk melakukan pengajuan desain perencanaan (DED) dengan nilai yang efisien agar proyek dapat terealisasi dengan baik.
Harapannya, Jembatan Barombong dapat menjadi sarana vital yang tak hanya menghubungkan dua wilayah, tetapi juga menjadi simbol kemajuan dan kenyamanan bagi masyarakat Kota Makassar dan sekitarnya.
Pilihan Editor: Intip Fasilitas dan Luas Istana Kepresidenan di IKN, Ada Apa Saja?