TEMPO.CO, Jakarta - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) bakal menyasar Cina sebagai tujuan ekspor sawit Indonesia. Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono, menilai Cina sangat potensial untuk menjadi market tujuan terbesar .
Eddy mengatakan, sebelum pandemi Covid-19, ekspor sawit ke Cina mencapai 8 juta ton per tahun. Kemudian turun di bawah 6 juta ton saat pandemi. "Tahun lalu sudah 6,3 juta ton. Tahun ini kami kejar 7 juta ton dan tahun depan kalau bisa di atas 8 juta ton," kata Eddy ketika ditemui di Auditorium Kementerian Perdagangan pada Selasa, 1 Agustus 2023.
Selain itu, Eddy mengatakan bakal meningkatkan ekspor ke India. Kemudian pasar non tradisional, seperti Moskow, Rusia, dan Eropa Timur. "Kami juga akan ke Asia Tengah, ke Afrika."
Ekspansi ke negara-negara tersebut bakal dimaksimalkan agar Indonesia tidak bergantung pada Uni Eropa. Hal ini seiring penerbitan UU Anti Deforestasi Uni Eropa. Beleid itu mengatur agar barang yang diekspor ataupun diimpor Uni Eropa bebas dari deforestasi atau penggundulan hutan.
Perdagangan sawit Indonesia ke Uni Eropa pun berpotensi terhambat dengan adanya kebijakan itu. Namun, Eddy juga enggan ambil pusing. Sebab, kata dia, ekspor sawit ke Uni Eropa selama ini tidak terlalu besar.
"Ekspor sawit tahun lalu, devisa kita ada sekitar US$ 39 miliar atau setara Rp 600 triliun untuk ekspor 33 juta ton. Sedangkan ke Eropa, hanya 4 juta ton," ungkap Eddy.
Pilihan editor: Stafsus Mendag Sebut Kebijakan UU Anti-Deforestasi Uni Eropa Gaya Perang Dagang Baru