TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kejanggalan dalam proyek-proyek PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN.
Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Pengelolaan Pendapatan, Biaya dan Investasi (PBI) Tahun 2017 hingga semester I 2022 pada PGN menunjukkan sejumlah masalah dalam tubuh perusahaan gas pelat merah tersebut.
Beberapa masalah yang ditemukan BPK, antara lain dugaan nilai akuisisi tiga lapangan kerja minyak dan gas bumi (migas) yang terlalu mahal. Kemudian, mangkraknya terminal gas alam cair Teluk Lamong, Surabaya, serta kerugian fasilitas penyimpanan dan regasifikasi terapung atau floating storage regasification (FSRU) Lampung.
"Rekomendasinya, serahkan saja ke aparat penegak hukum," kata Anggota VII BPK, Hendra Susanto, Kamis, 20 Juli 2023.
Dalam laporan Majalah Tempo yang terbit pada Ahad, 23 Juli 2023, disebutkan bahwa Hendra mengatakan telah menyerahkan hasil audit tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada April lalu.
Adapun ihwal akusisi tiga wilayah kerja (WK) migas, BPK dalam laporannya menyebut bahwa akusisi yang dilakukan anak perusahaan PGN yang bergerak di bidang hulu migas, yaitu PT Saka Energi Indonesia (SEI) tidak sesuai proses bisnis komersial Saka. Dalam hitungan BPK, nilai akusisi tersebut lebih tinggi alias kemahalan hingga US$ 56,6 juta atau sekitar Rp 852 miliar.
Tiga WK migas itu meliputi Ketapang dan Pangkah di lepas pantai Jawa timur dan Fasken di Texas, Amerika Serikat. Bukannya untung, Saka Energi dan PGN justru ditengarai merugi hingga US$ 347 juta atau Rp 5,2 triliun gara-gara pembelian lapangan migas itu.
Lebih rinci, dalam laporan BPK dituliskan, berdasarkan hasil wawancara dengan LAPI ITB atas Laporan Assesment Pengelolaan Investasi di PT SEI tahun 2022 disebutkan bahwa nilai purchase price atas WK Ketapang kemahalan. Pasalnya, dalam penilaian atas aset Blok Ketapang, dihasilkan net present value atau NPV senilai US$ 10 juta, atau jauh di bawah harga beli US$ 71 juta.
Selanjutnya: Berdasarkan perhitungan NPV WK Ketapang,...