TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita mengatakan untuk memperbaiki sektor logistik Indonesia sudah ada Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas). “Tapi sampai sekarang belum dijalankan,” ujar dia saat dihubungi pada Jumat, 21 Juli 2023.
Padahal, dia melanjutkan, Indonesia butuh roadmap logistik bukan Undang-Undang Logistik atau Dewan Logistik. Karena, menurut Zaldy, tidak ada satupun negara yang rangking top 20 di Logistics Performance Index (LPI) atau Indeks Kinerja Logistik memiliki UU Logistik atau Dewan Logistik.
“Ada banyak pihak yang mengusulkan ini sebagai solusi, buat saya sih percuma saja. Sislognas perlu dimasukkan dalam RPJMN—rencana pembangunan jangka menengah nasional—sehingga mengikat semua departemen terkait,” tutur Zaldy.
Pernyataan Zaldy itu merespons ajloknya 17 peringkat LPI 2023 Indonesia ke posisi 63 dari posisi 46 (tahun 2018) menurut Bank Dunia. Laporan itu menyebutkan anjloknya LPI Indonesia itu dinilai berdasarkan enam dimensi, yaitu: customs, infrastructure, international shipments, logistics competence and quality, timelines, dan tracking & tracing.
Sementara, CEO Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi justru mengusulkan revisi Peraturan Presiden Sislognas. “Revisi Sislognas telah lama ditunggu. Karena regulasi yang ditetapkan 11 tahun lalu itu tentu harus disesuaikan dengan berbagai perubahan dan perkembangan teknologi dan bisnis, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global,” ujar dia.
Perkembangan dalam aspek teknologi, menurut Setijadi, seperti robotics dan automation, artificial intelligence, internet of things, big data analytics, block chain, dan cloud logistics. Sementara perkembangan bisnis, seperti sharing economy, smart containerization, tube logistics, logistics marketplaces, dan omni-channel logistics.
Menurut dia, revisi Perpres Sislognas harus sesuai dan sinergis dengan program terkini dari sejumlah kementerian teknis terkait. Setijadi mencontohkan, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Perhubungan.
“Karena logistik merupakan sektor pendukung pembangunan ekonomi,” ucap Setijadi.
SCI juga merekomendasikan pemerintah bentuk kelembagaan logistik berupa Badan Logistik Nasional. Meski saat ini pemerintah justru mengurangi jumlah lembaga, tapi lembaga logistik yang permanen sangat diperlukan untuk mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan perbaikan dan pengembangan sistem logistik yang bersifat multisektoral.
Tujuan dibentuknya penanggung jawab Sislognas itu untuk memastikan rencana aksi yang disusun berjalan sesuai target; menetapkan kebijakan, aturan, dan prosedur yang konsisten. Serta memastikan sanksi dan mekanisme penegakan hukum yang jelas, sehingga dapat memperoleh kepastian dalam implementasi rencana aksi Sislognas.
Selain itu, Setijadi menjelaskan, Sislognas seharusnya ditetapkan dengan hirarki regulasi yang lebih tinggi daripada Perpres, bahkan dalam bentuk UU agar implementasinya lebih efektif. “Pembentukan UU logistik ini bisa menjadi target jangka menengah,” tutur Setijadi.
Pilihan Editor: Alasan Luhut Sebut OTT KPK Kampungan