Pasalnya, DJS Kesehatan tetap berpotensi mengalami defisit. Hal ini setelah pemerintah pada 2023 mengambil kebijakan penyesuaian tarif fasilitas kesehatan (faskes) melalui Permenkes Nomor 3 Tahun 2023 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program JKN.
Dengan kebijakan tersebut dan mempertimbangkan penambahan biaya skrining dengan promotiv dan preventif, perluasan faskes dan kapasitas pelayanan, serta memperhatikan dampak penyintas Covid-19, maka diproyeksikan pada bulan Agustus atau September 2025 DJS Kesehatan berpotensi mengalami defisit.
"Namun yang jelas, berdasarkan perhitungan aktuaria, belum dibutuhkan penyesuaian iuran JKN hingga akhir 2024," ujar Muttaqien. Kalaupun diperlukan penyesuaian, kepurusan berada di tangan Presiden melalui peraturan presiden.
Adapun berdasarkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 38 disebutkan bahwa besaran iuran ditinjau paling lama dua tahun sekali, dengan menggunakan standar praktei aktuaria jaminan sosial yang lazim dan berlaku umum dan sekurang-kurangnya memperhatikan inflasi, biaya kebutuhan Jaminan Kesehatan, dan kemampuan membayar iuran.
"Sejak dini, dibutuhkan identifikasi dan mitigasi resiko yang diperlukan agar program JKN dapat terus berlanjut, bermutu, dan memberikan manfaat kepada masyarakat," kata Muttaqien.
Pilihan Editor: BKPM Gandeng Produsen Kaca Terbesar di Dunia dari Cina untuk Bangun Hilirisasi Pasir Kuarsa di Batam