Achmad menyayangkan profesionalisme kesehatan melalui penguatan lembaga profesi dicabut dalam RUU Kesehatan. Sedangkan peran Menteri Kesehatan malah sangat kuat. "Karena terlalu kuat, jaabatan Menteri kesehatan di masa depan jadi rawan diperebutkan oleh oligarki investor kesehatan," ujar dia.
Ketiga, Achmad melanjutkan, RUU Kesehatan memudahkan oligarki menentukan sistem kesehatan nasional. Karena peran pemerintah dominan, menurut dia, investor kesehatan lebih mudah menempatkan seorang Menteri kesehatan daripada harus menyakinkan kolegium organisasi kesehatan karena mereka sangat plural, profesional dan transparan.
Bukti lainnya, RUU Kesehataan menghilangkan mandatori kesehatan yang sangat melindungi layanan publik bagi masyarakat kelas bawah. " Mandatori hilang artinya anggaran minimal kesehatan sudah tidak ada lagi sebagai mandatori politik anggaran bagi rakyat kecil," kata Achmad.
Poin-poin tersebut, menurutnya, menunjukkan bahwa RUU Kesehatan bukan disahkan untuk publik. Achmad menilai publik hanya menjadi objek, baik sebagai tenaga kesehatan maupun pasien.
"Menelaah draf RUU Kesehatan, publik akan menyadari bahwa RUU Kesehatan omnibus law tersebut bukan untuk mengingkatkan kualitas kesehatan publik luas. Tapi memberi jalan agar industri kesehatan, pemilik modal berekspansi secara akseleratif," ujar dia.
Pilihan Editor: Operasional Terbatas LRT Jabodebek, Dirut KAI: Ada 22 Perjalanan per Hari pada 12-26 Juli