TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi meneken peraturan terkait pajak natura. Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, aturan tersebut menyasar kelompok kaya.
Aturan mengenai pajak natura tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan atau PMK Nomor 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan.
"Ini adalah aturan turunan dari UU HPP (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan)," ungkap Fajry kepada Tempo melalui pesan tertulis, Rabu, 5 Juli 2023.
Dia menuturkan tujuan dari pajak atas natura ini adalah sistem pajak berkeadilan. Lebih lanjut, dia menilai pemberian natura menutup celah dalam menghindari pajak bagi orang kaya.
Dia mencontohkan fasilitas kendaraan dinas yang diterima pegawai dikenai pajak natura bagi yang penghasilan bruto per bulannya di atas Rp 100 juta lebih. Contoh lainnya, fasilitas tempat tinggal yang dikenai pajak natura yang senilai lebih dari Rp 2 juta per bulan.
"Sedangkan fasilitas komputer, laptop, dan pulsa dikecualikan dengan tujuan untuk mengincar kelompok atas," ujar dia. "Jadi ini ditujukan ke kelompok kaya karena mereka memanfaatkan celah regulasi, jadi yang seharusnya kena 35 persen hanya kena 22 persen.
Menurut UU HPP, pajak penghasilan orang pribadi atau PPh OP dengan penghasilan lebih dari Rp 5 miliar per tahun adalah 35 persen. Sedangkan PPh badan adalah 22 persen. "Kelompok tarif 5 persen atau 15 persen bukan sasaran kebijakan ini (pajak natura)," tutur Fajry.
Ditanya perihal kontribusi pajak natura ke penerimaan negara, Fajry menilai tidak begitu besar. "Karena ini kan cuma mengincar kelompok tertentu yang memanfaatkan regulasi untuk menghindari tarif yang lebih tinggi 30 persen atau 35 persen," ujar dia.