Ketika di atas kapal, AKP migran berhak atas jam kerja yang adil serta mendapat hak kepulangan. Namun, dalam implementasinya, hal ini belum terjadi.
Hal ini merujuk pada adanya 15 laporan AKP migran yang diterima NFC-I pada periode Juli 2022 hingga Juni 2023.
Dalam laporan tersebut, diketahui bahwa AKP migran kerap mengalami eksploitasi jam kerja dan upah yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan sejak awal dalam PKL.
“Hal ini tentu tidak sejalan dengan TIPs Report 2023, yang menyatakan bahwa pengesahan PP No. 22 Tahun 2022 sebagai upaya perlindungan AKP migran. Tapi implementasi PP tersebut tidak dilaksanakan secara maksimal,” katanya.
Selain itu, implementasi dari PP No. 22 Tahun 2022 juga dinilai terhambat karena adanya tumpang tindih tanggung jawab dan mandat antarkementerian.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pekerja Migran Indonesia, Kementerian Ketenagakerjaan mendapat amanat untuk mengkoordinasikan kebijakan perlindungan migran Indonesia, termasuk di antaranya AKP migran. Namun, dalam tahap rekrutmen, aturan tersebut mengatur agensi perekrutan wajib mendapatkan Surat Pekerja Migran Indonesia (SP3MI) dan Surat Izin Perekrutan PMI dari B2PMI.
Karena itu, maka DFW mendesak pemerintah agar segera membuat aturan teknis turunan PP No. 22 Tahun 2022. Tujuannya untuk memperjelas mekanisme perekrutan dan penempatan AKP migran dan melakukan pemantauan serta evaluasi terhadap manning agent.
Pilihan Editor: Waskita Beton Precast Terbitkan 33,6 miliar Saham Baru sebagai Upaya Restrukturisasi