TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi, mengatakan hilirisasi sumber daya di Indonesia perlu didorong karena berdampak besar bagi bangsa dan negara. Sebab melalui hilirisasi, Indonesia bakal mendapat nilai tambah dari komoditas, sekaligus mengembangkan ekosistem industri. Karena itu, dia meminta pemerintah konsisten melanjutkan kebijakan ini.
Hilirisasi, menurut Fahmy, akan menjadi faktor penentu Indonesia untuk naik tingkat dari negara berkembang menjadi negara maju dan modern. "Jadi, pertumbuhan ekonominya bakal ditopang sektor manufaktur. Bukan lagi ditopang sektor konsumsi," kata Fahmy kepada Tempo, Jumat, 30 Juni 2023.
Fahmy berujar, pemerintah tidak boleh goyah mesti tekanan datang dari dunia internasional. Salah satunya, yang terbaru, adalah rekomendasi Dana Moneter Internasional atau IMF agar Indonesia menghapus kebijakan hilirisasi. Merupakan rekomendasi tersebut sebenarnya merupakan suara negara maju.
Terutama, negara Eropa Barat yang menggugat Indonesia soal larangan ekspor bijih nikel di World Trade Organization (WTO). "Eropa Barat kan menghasilkan beberapa produk stainles dan sebagainya, yang berbahan baku bijih nikel," ujar Fahmy.
Sementara posisi Indonesia sebelum kebijakan hilirisasi adalah sebagai salah satu negara pengekspor bijih nikel terbesar. Walhasil, ketika Indonesia menutup keran ekspor bijih nikel, industri-industri dari negara maju tersebut bakal terganggu.
"Industri yang menggunakan bijih nikel dari Indonesia terancam gulung tikar," kata Fahmy.
Tak heran, gugatan pun dilayangkan ke WTO. Namun meski kalah, pemerintah Indonesia akhirnya mengajukan banding pada Desember tahun lalu. "Saya rasa IMF menyuarakan suara negara barat yang menggugat Indonesia di WTO," ujar Fahmy.
Sebelumnya, melalui dokumen 'IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia', IMF mengimbau Indonesia mempertimbangkan kebijakan penghapusan bertahap terhadap pembatasan ekspor nikel. IMF juga mengimbau Indonesia agar tidak memperluas pembatasan ke komoditas lainnya.
Dalam dokumen tersebut, IMF menyampaikan kebijakan seharusnya berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut. Kebijakan juga harus mempertimbangkan dampak-dampak terhadap wilayah lain.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, pun berencana menyambangi IMF untuk membahas permintaan tersebut. Juru Bicara Menko Marves, Jodi Mahardi, dalam pesan singkat kepada Antara pada Kamis, 29 Juni 2023, mengatakan Luhut akan bertemu dengan Managing Director IMF sekitar akhir Juli atau awal Agustus mendatang.
Jodi mengatakan, Luhut akan datang untuk menjelaskan visi Indonesia dengan lebih detail. "Ini adalah kesempatan bagi kita untuk menjalin dialog yang konstruktif dan berbagi tujuan kita dalam menciptakan Indonesia yang lebih berkelanjutan, adil, dan sejahtera,” katanya.
RIRI RAHAYU | ANTARA
Pilihan Editor: Pesawat Asing Berseliweran Layani Domestik, Susi Pudjiastuti: Maskapai Lokal Sangat Dirugikan hingga ..