TEMPO.CO, Badung - Program pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang melalui inisiatif segitiga terumbu karang (Coremap-CTI) yang dimulai sejak Maret 2020 akan berakhir pada Agustus tahun ini.
Staf Ahli Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Thohir Afandi, menekankan isu tata kelola aset yang perlu menjadi perhatian seusai program ini berakhir.
"Ini hal yang umum dihadapi, bagaimana pelaksanaan penyelenggaraan proyek pinjaman harus comply dengan berbagai ketentuan," kata Thohir dalam Workshop Exit Strategy Coremap-CTI ADB di Badung, Bali, Senin, 26 Juni 2023.
Coremap-CTI merupakan proyek yang mendapat hibah dari Asian Development Bank atau ADB senilai US$ 5,2 juta atau sekitar Rp 72,8 miliar. Dana digunakan untuk merehabilitas terumbu karang di tiga wilayah, yaitu Nusa Penida di Bali, Gili Matra dan Gili Balu yang berada di Nusa Tenggara Barat.
Program yang dilaksanakan sejak 2020 oleh Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) Bappenas merupakan bagian dari program jangka panjang Coremap sejak 1998 sebagai upaya perlindungan terumbu karang dan ekosistem pesisir prioritas.
Menurut Thohir, selain aset, hal penting yang perlu jadi perhatian adalah keberlanjutan pengelolaan aset-aset yang dihasilkan dari proyek hibah. Pasalnya, ia sering kali menemukan proyek hibah yang selesai dan masih tersisa banyak aset, namun belum jelas pihak mana yang selanjutnya mengelola aset tersebut.
"Sementara aset perlu pemeliharaan agar tetap operasional. Ketika tidak dikomunikasikan lebih awal, maka tidak ada pihak yang menyiapkan alokasi anggarannya," ujar dia.
Meski aset yang diperoleh berdasarkan hibah, Thohir menegaskan bahwa nilainya tetap mahal dan harus dihitung serta tetap bermanfaat. Ia pun berharap seluruh pihak yang terlibat dapat mengidentifikasi dan memetakan aset mana saja yang perlu diserahterimakan, termasuk aspek SDM yang mengelola.
Executive Director Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) Tonny Wagey mengakui penutupan proyek hibah ini menjadi tantangan tersendiri. Ia menuturkan, dari total dana hibah yang diberikan, penyerapannya saat ini sudah mencapai 90 persen.
Selama tiga tahun ini, Tonny mengungkapkan pihaknya telah membangun sejumlah aset berupa sarana prasarana untuk pengelolaan kawasan konservasi laut atau Marine Protected Area (MPA). Misalnya, tourist information center, pos pengawas, trekking mangrove, menara pantau burung.
Adapun hasilnya secara nonfisik berupa penyusunan tourist management system, penyediaan sumber daya manusia dan pengelola manfaat, penyediaan operasional untuk memanfaatkan aset terkait, dan pelibatan pemangku kepentingan dan masyarakat pesisir setempat untuk memanfaatkan aset.
Tonny menyebut bahwa nilai aset tersebut mencapai 60-70 persen dari nilai proyek. Khusus di Nusa Penida, nilai asetnya sekitar 30 persen.
Pilihan Editor: Pemerintah Rumuskan RUU RPJPN 2025-2045, Kepala Bappenas: Tidak Mulai dari Nol, Ada IKN, Hilirisasi..