Ronny menilai, hal ini bukan hanya sekadar perkara teknis kalkulasi finansial proyek. Masalah sebenarnya, kata dia, terletak pada ekosistem BUMN yang sangat dekat dengan politik. Sehingga muncul moral hazard bahwa apapun hasilnya proyeknya, tidak akan dipertanggungjawabkan secara langsung dan profesional.
“Selama politisinya masih berkuasa, selama itu pula mereka bisa beralibi dan bisa minta PMN lagi. Sesederhana itu saja menurut saya,” ujar Ronny.
Informasi mengenai proyek mandek di 13 BUMN itu mucul dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Di mana di dalamnya dijelaskan bahwa PMN sebagai salah satu bentuk dukungan pendanaan kepada BUMN, harus digunakan sesuai dengan peruntukkannya yang dituangkan dalam kajian bersama.
Di dalam kajian bersama telah disampaikan rencana penggunaan dana tambahan PMN. “Namun, meskipun digunakan sesuai dengan rencana penggunaan, dalam pelaksanaannya, masih ada pekerjaan yang didanai dari tambahan PMN yang masih belum dapat diselesaikan seluruhnya,” demikian bunyi laporan BPK.
Pada 2015, terdapat pencairan PMN pada 35 BUMN seluruhnya sebesar Rp 44,32 triliun dan pada 2016 terdapat pencairan PMN sebesar Rp 41,81 triliun untuk 14 BUMN. Hasil pemeriksaan terhadap dokumen penggunaan tambahan PMN, menunjukkan terdapat tambahan PMN 2015 dan 2016 yang belum terserap 100 persen.
“Yaitu pada 13 BUMN dengan nilai tambahan PMN sebesar Rp 11,67 triliun dan yang belum terealisasi sebesar Rp 3,74 Triliun. Penyerapan dana tambahan PMN tersebut bervariasi antara 28,03-99,11 persen. Sedangkan progres pekerjaan fisik bervariasi antara 38,67-99,67 persen,” tulis BPK.
Sementara, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Pahala Mansury hanya menjawab singkat ketika dimintai tangapan soal laporan BPK itu. Dia mengatakan bahwa proyek-proyek tersebut masih bisa diselesaikan. “Terutama untuk PMN ke PTPN dan Bulog yang ditargetkan akan bisa selesai dalam 6-12 bulan mendatang,” tutur dia, kemarin.
13 BUMN yang Proyeknya Mandek Usai Dapat PMN:
1. PT Sang Hyang Seri (Persero) dengan total pencairan PMN 2015 Rp 400 miliar, realisasinya Rp 396,45 miliar, dengan selisih Rp 3,55 miliar. Secara persentasi realisasi PMN baru 99,11 persen dan realisasi kegiatan 99,67 persen. (Keterangan yang belum realisasi capex).
2. PT Dirgantara Indonesia (Persero) dengan total pencairan PMN 2015 Rp 300 miliar, realisasinya Rp 285,21 miliar, dengan selisih Rp 14,79 miliar. Secara persentasi realisasi PMN baru 95,07 persen dan realisasi kegiatan 99,41 persen. (Keterangan yang belum realisasi capex).
3. PT Aneka Tambang Tbk dengan total pencairan PMN 2015 Rp 1.000 miliar, realisasinya Rp 416,29 miliar, dengan selisih Rp 583,71 miliar. Secara persentasi realisasi PMN baru 41,63 persen dan realisasi kegiatan 98,88 persen. (Keterangan yang belum realisasi capex).
4. PT Garam (Persero) dengan total pencairan PMN 2015 Rp 3.494,82 miliar, realisasinya Rp 3.364,82 miliar, dengan selisih Rp 130 miliar. Secara persentasi realisasi PMN baru 92,28 persen dan realisasi kegiatan 98,18 persen. (Keterangan yang belum realisasi opex).
Selanjutnya: 5. Perum Perikanan Indonesia...