Lebih jauh, kata dia, lahan perkebunan tebu itu harus berada dekat dengan pabrik gula. Dia menilai, jika lahan perkebunan tebu jauh dengan pabrik gula yang lokasinya sebagian besar di Jawa, maka menjadi tidak berguna.
"Menambah lahan perkebunan tebu baru di Jawa adalah sangat sulit. Mempertahankan lahan yang sudah ada dari konversi lahan saja sudah sulit, apalagi menambah lahan baru," ungkap Yusuf.
Lebih lanjut, dia menuturkan jika kebutuhan 700 ribu hektare lahan baru itu terpenuhi dengan membuka lahan di luar Jawa, harus dipastikan kecocokan lahan serta didukung investasi yang memadai untuk membuka pabrik gula baru.
Dengan lahan tebu yang kini sebagian besar berlokasi di Jawa dan Lampung yang lahannya relatif subur, lanjut dia, produktivitas lahan hanya 70 ton per hektare. Menurut dia, secara ideal produktivitas lahan tebu adalah 90 ton per hektare.
Untuk swasembada gula, Yusuf menilai dibutuhkan pengawasan efektif terhadap impor gula dan menghapus perburuan rente dalam impor gula rafinasi. Selama pasar domestik terus dibanjiri gula impor yang lebih murah, kata dia, maka target swasembada akan terus menjadi utopia.
"Kini, Indonesia adalah importir gula terbesar ke-2 di dunia, dan ada banyak pihak yang diuntungkan dari impor gula yang masif ini," tutur dia.
Peta jalan atau road map percepatan swasembada gula