TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif, menegaskan kebijakan larangan ekspor bauksit tidak ditetapkan tiba-tiba. Sejak UU Nomor 3 Tahun 2020 diteken, pemerintah sudah mengingatkan industri untuk melakukan hilirisasi.
"Industri bisa ekspor hingga tiga tahun setelah UU dikeluarkan. Diberi waktu dengan mendirikan smelter," kata Irwandy dalam diskusi Untung Rugi Larangan Ekspor Mineral Mentah yang digelar virtual pada Senin, 12 Juni 2023.
Sayangnya hingga kebijakan ini mulai berlaku per 10 Juni 2023, baru ada 4 smelter milik tiga perusahaan yang beroperasi. Padahal, total ada 12 smelter yang direncanakan. Sementara itu, 8 smelter lainnya belum siap karena progres pembangunannya sangat lambat.
"Ketika dilaporkan memang berkisar 33 sampai 60 persen. Tapi Kementerian ESDM kirim tim untuk mengecek, ternyata dari 8 smelter, ada 7 yang masih (berupa) lapangan," ujar Irwandy.
Padahal, menurutnya, pemerintah sudah menghimbau perusahaan bersungguh-sungguh membangun smelter sejak beberapa tahun lalu.
Irwandy menduga progres pembangunan smelter lambat karena masalah pendanaan. Maklum, biaya membangun tempat pemurnian mineral ini tidak sedikit. Akan tetapi, kementeriannya juga menduga ada ketidakseriusan yang disengaja oleh perusahaan dalam membangun smelter.
"Ini banyak dugaan. Tapi pemerintah harap mereka bersungguh-sungguh memajukan hilirisasi di Indonesia," ucap Irwandy.
Pilihan Editor: Polemik Ekspor Pasir Laut, Begini Awal Mulanya hingga Tudingan Ada Pihak yang Diuntungkan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini