TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas buka suara soal imbas Undang-undang Anti Deforestasi terhadap ekspor sejumlah komoditas Indonesia. Regulasi yang disahkan Uni Eropa itu membuat pengekspor harus memiliki sertifikat yang menyatakan produk mereka tidak merusak lingkungan.
"Saya kira tidak adil diminta agar kita punya sertifikat, sertifikasi bahwa misal kopi ini tidak merusak lingkungan. Saya bilang bagaimana caranya petani disuruh ngurus surat sertifikasi, surat lingkungan, mustahil," ucapnya dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI yang disaksikan secara virtual pada Selasa, 6 Juni 2023.
Kondisi itu, menurutnya, membuat ekspor produk Indonesia ke Eropa menjadi sulit. Khususnya produk-produk seperti kopi, cokelat, karet, minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) lantaran dianggap merusak lingkungan. Sementara, ia menilai ongkos mengurus sertifikat lebih mahal ketimbang ongkos berjualan produk itu sendiri.
Karena itu, dia menegaskan Indonesia harus menyasar pasar ekspor baru atau mencari alternatifnya. Terlebih, permintaan ekspor dari Eropa dan Amerika pun saat ini sedang menurun.
"Data-data ekspor kita turun banyak dari negara-negara yang menjadi pasar tradisional kita itu. Oleh karena itu kita harus mengembangkan pasar baru," ujarnya.
Negara-negara alternatif ekspor yang ia maksud, di antaranya Arab Saudi, Mesir, Afrika, Pakistan, dan Bangladesh. Namun sayangnya, kata dia, Indonesia belum memiliki perjanjian dagang dengan negara-negara tersebut.
"Perlu ada perjanjian agar kita bebas tarif, karena kalau enggak ada perjanjian, Afrika itu kita kena pajak 27 persen. Di Latin Amerika bisa 20 persen," ucap Zulkifli.
Jika pungutannya besar, menurut dia, perdagangan Indonesia akan kalah dari Cina, Vietnam, Filipina, dan Thailand. Dengan demikian, ia menyatakan akan terus mendorong perjanjian dagang dengan negara-negara pasar alternatif ekspor itu.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo alias Jokowi menegaskan bahwa Indonesia tetap keberatan atas kebijakan UU Anti Deforestasi itu. Sebab, regulasi tersebut dapat menghambat perdagangan dan merugikan petani kecil di Tanah Air.
Hal itu disampaikan Jokowi saat menggelar pertemuan bilateral dengan Presiden Komisi Uni Eropa (UE) Ursula von der Leyen di Hotel Grand Prince, Hiroshima, Jepang, Minggu, 21 Mei 2023. Pertemuan bilateral itu dilakukan dalam rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi G7 atau G7 Outreach Summit 2023.
Dia berharap negosiasi Indonesia-European Union (EU) Cemprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dapat segera selesai. Sebab, dia merinci laju deforestasi Indonesia 2019-2020 telah turun 75 persen menjadi 115 hektare. Menurut Jokowi, kondisi itu merupakan laju terendah sejak 1990 dan terus mengalami penurunan.
"Kami berharap negosiasi selesai paling lambat tahun depan," kata Jokowi, Minggu, 21 Mei 2023.
RIANI SANUSI PUTRI | ANTARA
Pilihan Editor: Misi Gabungan Indonesia-Malaysia akan Bahas Regulasi Deforestasi dengan Uni Eropa
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini