TEMPO.CO, Jakarta - Data Analyst Continuum Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Wahyu Tri Utomo mengungkap hasil analisis respons masyarakat mengenai kebijakan subsidi kendaraan listrik dengan pendekatan big data yang diambil dari media sosial Twitter.
Hasilnya 80,77 persen masyarakat di internet itu tak sepakat dengan subsidi kendaraan listrik atau mereka mengkritik kebijakan tersebut.
“Melihat lebih detail, kita coba akumulasi ada 58,6 persen atau hampir 60 persen itu kritik masyarakat itu didasarkan pada penilaian bahwa subsidi kendaraan listrik hanya menguntungkan segelintir pihak,” ujar dia dalam diskusi daring pada Ahad, 21 Mei 2023.
Segelintir pihak yang dimaksud adalah pertama pembeli kendaraan listrik yang dinilai masyarakat dari kalangan yang tidak butuh subsidi. Kedua, hanya menguntungkan ‘peng-peng’, istilah itu kerap digunkan mantar Menteri Keuangan Rizal Ramli untuk menyebutkan seseorang yang mempunyai kekuasaan sekaligus menjadi pengusaha.
“Masyarakat juga menilai bahwa subsidi seharusnya menyasar hajat hidup orang banyak,” ucap dia.
Kritik lainnya dari masyarakat soal subsidi kendaraan listrik adalah baterai mobil listrik tetap menggunakan energi fosil atau batu bara, sehingga sama saja dan tidak mengurangi polusi. Serta, ada pula yang mengatakan bahwa tanpa subsidi pun pembeli mobil listrik sudah mengantre, artinya minat pasarnya sudah tinggi.
“Masyarakat mempertanyakan kalau minat pasarnya tinggi kenapa masih disubsidi. Untuk apa subsidi itu? Kemana? Untuk siapa subsidinya? Ini pertanyaan yang sering digaungkan warganet,” tutur Wahyu.
Selanjutnya: Setelah industri maju dan sudah mandiri maka subsidi akan dicabut